BAB 1
PENDAHULUAN
Kehidupan
manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah swt dengan segala pemberiannya,
manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya
tetapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan Dzat Allah swt
yang telah memberikannya. Oleh karena itu, manusia harus mendapatkan suatu
bimbingan sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai bimbingan Allah
swt atau memanfaatkan anugerah Allah swt. Hidup yang dibimbing oleh syari’ah
akan melahirkan kesadaran untuk berperilaku yang sesuai dengan tuntuan Allah
swt dan Rasul Nya.
Sebagai
rasa syukur terhadap Allah swt, hendaknya kita sadar diri untuk beribadah kepada
sang Pencipta Langit dan Bumi beserta isinya sesuai syari’at Nya. Dalam ibadah,
kita harus memperhatikan jenis-jenis ibadah yang kita lakukan. Apakah ibadah tersebut
termasuk dalam ibadah wajib, sunnah, mubah, dan makruh.
Oleh
karena itu, di dalam makalah ini akan di bahas mengenai bermacam-macam ibadah
beserta hikmah dan tujuannya.
B. Rumusan Masalah
1.
Pengertian ibadah dan hakikat ibadah
2.
Jenis-jenis Ibadah
3.
Hikmah
dan Tujuan Ibadah (Mahdah)
4.
Hikmah dan Tujuan
Ibadah (Ghairu Mahdah)
1. Agar mahasiswa dapat menjelaskan pengertian ibadah dan hakikat ibadah
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis ibadah
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui hikmah dan tujuan ibadah Mahdah
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui hikmah dan tujua ibadah ghairu Mahdah
Berdasarkan uraian
diatas, maka makalah ini bermanfaat agar kita dapat mengetahui dan memahami pengertian ibadah beserta jenis-jenis ibadah, hikmah ibadah
dan tujuan ibadah.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian
ibadah dan hakikat ibadah
Ibadah
menurut bahasa berasal dari abida ya’budu yang berarti : menyembah,
mengabdi dan menghinakan diri. Sebagaimana
dalam firmannya :
“
Hai manusia, sembahlah Tuhan-mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang
sebelummu agar kamu bertakwa “ ( TQS. Al-Baqarah: 21)
b. Ibadah
menurut beberapa ulama :
1)
Menurut
Abu A’la Maududi
Ibadah berarti penghambaan dan perbudakan. Seorang
hamba harus bersikap sebagaimana halnya seorang hamba yaitu senantiasa patuh dan
taat kepada tuhannya tanpa membantah. Beliau juga menambahkan pula bahwa ada 3 hal yang harus dimiliki sebagai hamba
yang baik yaitu:
1.
Seorang hamba hendaknya memandang
tuannya sebagai penguasa
dan berkewajiban untuk merasa setia kepada orang yang menjadi tuannya,
menunjang hidupnya, pelindung dan penjaganya dan meyakini sepenuhnya bahwa
tidak ada seorang pun selain tuannya yang layak mendapat kesetiaannya
2.
Selalu patuh pada tuannya, melaksanakan segala perintahnya
dengan cermat dan tidak mengatakan perkatan atau mendengar perkataan dan
siapapun yang bernada menentang kehendaknya tuannya
3.
Menghormati dan menghargai tuannya dan ia harus mengikuti cara yang
telah ditentukan oleh tuannya sebagai sikap hormat kepada-Nya
2)
Menurut H. Endang Syaifudin Anshori
Ibadah
secara garis besar ada 2 (dua )arti :
a.
Ibadah dalam arti khusus (mudhloh) yaitu tata aturan ilahi yang secara
langsung mengatur hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya yang cara, tata
cara dan upacara (ritual) telah ditentukan secara terperinci daam Al- Qur’an
dan As- Sunnah yang biasanya berkisar pada masalah Thoharoh, Sholat, Zakat, Puasa, Haji.
b.
Ibadah dalam arti luas
Yaitu segala gerak-gerik, tingkah laku,
serta perbuatan yang mempunyai 3 Tanda :
ü Niat
yang Ikhlas sebagai Titik Tolaknya
ü Keridhoan
Allah sebagai Titik Tujuannya
ü Amal
Sholeh sebagai Garis Amanah
3)
Menurut Muhammad Qutb
Ibadah
adalah kebaktian yang hanya ditujukan kepada
Allah, mengambil petunjuk hanya darinya saja tentang segala persoalan
hidup dan akhirat dan kemudian mengadakan hubungan yang terus-menerus dengan
Allah tentang semua itu.
Sesungguhnya Sholat,
puasa, zakat, haji dan seluruh amal ibadah lainnya pada dasarnya hanyalah
merupakan pintu-pintu ibadah atau stasiun tempat orang berhenti unuk menambah
bensin. Namun jalan itu sendiri seluruhnya merupakan ibadah, termasuk semua
ritus-ritus dan gerak-gerik, serta semua pikiran, perasaan, semua adalah ibadah
tujuannya Allah.
Jadi, Ibadah
merupakan seluruh aspek kehidupan.
Tidak terbatas pada saat-saat singkat yang diisi dengan cara-cara tertentu. Suatu Ibadah
mempunyai nilai yaitu
jalan hidup dan seluruh aspek
kehidupan dan merupakan tingkah laku,
tindak-tanduk, pikiran dan perasaan semata-mata untuk Allah, yang dibangun
dengan suatu sistem yang jelas, yang di dalamnya terlihat segalanya yang pantas
dan tidak pantas terjadi .
Sebagaimana dalam
firmannya :
“
Katakanlah ,” Sesungguhnya Sholatku,ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah Tuhan semesta alam.” (TQS. Al-An’am : 162)
Pekerjaan yang kita
anggap sebagai kesibukan duniawi, sesungguhnya merupakan ibadah kepada Allah
aslkan dalam mengerjakannya kita menjaga diri pada batas-batas yang telah
ditentukan Allah dan Rasul-Nya. Bia setelah menjalankan semua ibadah ini seumur
hidup kita menjadi pencerminan ibadah kepada Alah mak ridak ragu lagi shalat
kita adalah shalat yang benar, puasa kita
adalah puasa yang benar, haji kita adalah haji yang benar.
Hakikat Ibadah
a.
Sebagai tujuan
diciptakannya manusia, sebagaimana firman Allah swt:
“Dan tidak Aku ciptakan jin dan
manusia melainkan agar mereka menyembah pada Ku” (QS. Az Zariyat: 56)
b.
Sebagai fitrah
manusia, sebagaimana firman Allah swt:
“Dan ingatlah ketika Tuhan mu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari selbi mereka, dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu ?”
Mereka menjawab,”Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. “(Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan,”sesungguhnya kami
(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (Keesaan Tuhannya).
(QS. Al A’raf:72)
c.
Hakikat ibadah
adalah menyembah yang sama dengan mencintai. Sebagaimana firman Allah swt:
“Dan diantara manusia ada
orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman
sangat cinta kepada Allah dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim
itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari Kiamat) bahwa kekuatan
itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya
mereka akan menyesal.” (QS. Al Baqoroh:165)
Artinya: jika kita sama atau
lebih mengabdi atau mencintai selain Allah maka akan menjadi dosa paling besar
yang sulit diampuni kecuali dangan taubat nasuhah sebagaimana hadits dari Ibnu
Mas’ud.
“Aku bertanya,
“wahai Rasullullah, dosa apakah yang paling besar?” Rasulullah saw
menjawab,”bila kamu menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dia lah yang
menciptakan kamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jenis-jenis Ibadah
Ditinjau
dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan
sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya;
1. Ibadah Mahdhah,
Artinya penghambaan yang murni hanya
merupakan hubung an antara hamba dengan Allah secara langsung. segala jenis peribadatan kepada
Allah yang keseluruhan tatacaranya telah ditetapkan oleh Allah, Manusia tidak
berhak mencipta/merekayasa bentuk ibadah jenis ini. para ulama menetapkan
qaidah iaitu ‘Asalnya ibadah itu haram, terlarang’ (kecuali dengan perintah
Allah dan petunjuk Muhammad saw). Ibadah jenis ini diistilahkan oleh para
fuqaha dengan perkataan Al Ibadah atau Al Ubudiyyah. Ibadah jenis ini seperti shalat,
puasa, zakat, aqiqah dan qurban.
Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan
adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan
otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
b. Tata caranya harus
berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah
adalah untuk memberi contoh:
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul
kecuali untuk ditaati dengan izin Allah (QS. 4: 64).
Dan apa saja
yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang,
maka tinggalkanlah( QS. 59: 7).
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:
Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu. Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada, yang populer disebut bid’ah:
Sabda Nabi saw.:
Salah satu penyebab hancurnya
agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah karena kebanyakan kaumnya
bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka.
c. Bersifat supra rasional (di atas
jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan
wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di
baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan
ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau
tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau
tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari
hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib
meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk
kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama
diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah,
adalah :
1. Wudhu,
2. Tayammum
3. Mandi hadats
4. Adzan
5. Iqamat
6. Shalat
7. Membaca al-Quran
8. I’tikaf
9. Shiyam ( Puasa )
10. Haji
11. Umrah
12. Tajhiz al- Janazah
Rumusan Ibadah Mahdhah adalah “KA + SS”
(Karena Allah + Sesuai Syari’at)
2. Ibadah Ghairu Mahdhah,
(tidak murni semata hubungan dengan
Allah) yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga
merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya .
Ibadah Ghoir Mahdah yaitu segala
jenis peribadatan kepada Allah dalam pengertian yang luas seperti
kenegaraan, ekonomi, pendidikan, sosial, hubungan luar negeri, kebudayaan,
undang-undang kemasyarakatan, dan teknologi dan sebagainya. Ibadah jenis ini
diistilahkan oleh para fuqaha dengan perkataan 'Al-Muamalah' (iaitu hubungan
antara manusia dengan manusia). Peranan syara' dalam hal ini adalah memperbaiki
sesuatu yang telah diadakan oleh manusia dan manusia dibenarkan mengada-adakan
sesuatu yang selaras dengan hukum-hukum/ peraturan Allah (di dalam Al Quran dan
As Sunnah)
Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak
adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka
ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola
kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah
“bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan
rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah
mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini
baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan
oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan,
dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat”, selama itu
bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
Ada juga
sesetengah dari ulamak menambahkan ibadah ini kepada beberapa lagi jenis
ibadah.Lain-lain jenis ibadah itu ialah:
Ibadah
Badaniah: tubuh badan seperti sembahyang, menolong orang dalam kesusahan dan
lain-lain. Ibadah
Maliyah : harta benda seperti zakat, memberi sedekah, derma dan lain-lain. Ibadah Qalbiyah: hati
seperti sangka baik, ikhlas, tidak hasad dengki dan lain-lain.
Rumusan Ibadah Ghairu Mahdhah “BB
+ KA”
(Berbuat Baik +
Karena Allah)
Selain itu Ibadah juga terbagi pada Ibadah Fardiyah (perseorangan) dan Ibadah
Jamaiyah (kewajiban secara bersama atau berjamaah).
a. Ibadah
Fardiyah yaitu amalan ibadah yang menjadi kewajiban setiap orang, seperti
sholat, zakat, haji dan sebagainya. Ibadah seperti ini dapat dilakukan di mana
saja baik di dalam negara Islam atau di negara kafir.
b. Ibadah jamaiyah yaitu ibadah yang diwajibkan ke
atas seluruh umat (sebagai kewajiban bersama). Sebagai contoh perlaksanaaan
hukum hudud, hukum qishas dan sebagainya.
Sebagian ulama juga mengelompokkan jenis ibadah
menjadi tiga peringkat ibadah yang mencakup aspek kehidupan kita.
- Ibadah asas
- Ibadah cabang-cabang
- Ibadah yang lebih umum
Ibadah asas
Ibadah yang asas merangkum soal-soal akidah dan
keyakinan kita kepada ALLAH, para malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari
pembalasan, ketentuan dan ketetapan ALLAH baik ataupun buruk. Itulah yang kita
sebut rukun iman. Termasuk dalam uraian ibadah yang asas itu ialah rukun Islam
yaitu syahadat, shalat lima waktu, puasa, zakat fitrah dan rukun haji (bagi
mereka yang mampu). Kedua bentuk ibadah yang asas itu yaitu rukun iman dan
rukun Islam adalah wajib ain atau fardhu ain bagi setiap muallaf. Berarti
sebelum kita dapat melaksanakan ibadah-ibadah yang lain, kedua perkara itu
perlu ada pada diri kita dan telah dapat kita tanamkan dalam jiwa kita.
Ibadah
Cabang
Adapun ibadah yang menjadi
cabang-cabang dari ibadah asas tadi yaitu yang bertalian erat dengan asas
meliputi perkara mentajhizkan (menyelenggarakan) jenazah, menegakkan jihad,
membangun gelanggang pendidikan dan pelajaran atau mewujudkan perancangan
ekonomi Islam seperti mewujudkan perusahaan-perusahaan asas yang melayani
keperluan umat Islam. Termasuklah di dalamnya perusahaan yang dapat
menghasilkan makanan wajib seperti gula, tepung, garam, kecap dan perusahaan
minuman seperti susu, kopi, teh dan bentuk-bentuk minuman ringan lainnya.
Selain dari itu di dalam bidang tersebut, termasuk juga penggalakan usaha-usaha
pertanian yang akan menghasilkan beberapa makanan asas bagi umat Islam seperti
beras, gandum, ubi dsb. serta perikanan yang dapat menghasilkan ikan basah atau
ikan kering. Kalau kita tilik dari satu sudut, pasti kita akan merasakan bahwa
hal itu merupakan persoalan asas dalam perjuangan kita menegakkan ibadah kepada
ALLAH. Tentulah kita tidak mau darah daging kita berasal dari zat yang
bertentangan dengan syariat ALLAH, yang pasti bisa merusak ibadah asas kita.
Dalam menegakkan bentuk pendidikan
dan pelajaran, kita semestinya menitikberatkan hasil mutlak dari acuan
pendidikan kita pada jiwa anak-anak yang dibina mulai dari peringkat taman
kanak-kanak, sekolah menengah sampai universitas. Sehingga lulusannya nanti
dapat menyambung perjuangan menegakkan syariat ALLAH. Selain dari itu ibadah
yang tergolong dalam cabang-cabang itu ialah membangun klinik dan rumah sakit
Islam, soal-soal politik serta pembentukan dan penyusunan sistem organisasi
dalam negara Islam.
Hal-hal yang termasuk dalam jenis ibadah yang kedua ini kita namakan fardhu kifayah. Kita tentu lebih maklum apa sebenarnya fardhu kifayah itu yaitu fardhu yang menitikberatkan pada soal kemasyarakatan Islam yang juga merupakan urat saraf dan nadi penghubung antara sesama Islam.
Hal-hal yang termasuk dalam jenis ibadah yang kedua ini kita namakan fardhu kifayah. Kita tentu lebih maklum apa sebenarnya fardhu kifayah itu yaitu fardhu yang menitikberatkan pada soal kemasyarakatan Islam yang juga merupakan urat saraf dan nadi penghubung antara sesama Islam.
Hal itu
sangat besar artinya untuk seluruh individu Islam karena bila tidak ada satu
orang pun yang mengerjakannya maka seluruh masyarakat itu akan menerima beban
dosa dari ALLAH. Namun seandainya a†a satu pihak melaksanakan tuntutan fardhu
tersebut, maka pihak itu telah melepaskan tanggungan dosa bagi seluruh
masyarakat Islam. Karena itulah fardhu kifayah merupakan urat nadi penghubung
antara sesama Islam. Cuma masyarakat Islam tidak memahami peranan fardhu
kifayah tersebut, karena itu hubungan ukhuwah Islamiah tidak begitu menonjol di
zaman sekarang. Seandainya fardhu kifayah itu dapat memberi makna, sudah pasti
kita merasa bersyukur sekiranya ada di kalangan kita yang telah melepaskan
tanggungan dosa umum dan sudah pasti kita akan memberikan dukungan kepadanya.
Karena itu tidak akan ada istilah gagal dalam melaksanakan fardhu kifayah.
Kecil
timbangannya tetapi besar maknanya. Itulah yang disebut sunat ain. Tergolong di
dalamnya yaitu shalat sunat rawatib, shalat witir, shalat tahajud, shalat
dhuha, puasa syawal, puasa Senin dan Kamis, bersedekah dan membaca Al Quran.
Pelaksanaan ibadah itu mendatangkan pahala sedangkan jika tidak dilakukan tidak
akan mendatangkan dosa. Namun karena ibadah itu memberikan manfaat maka lebih
baik jika dikerjakan.
Ibadah Umum
Dan ibadah ketiga yaitu ibadah yang lebih
umum yaitu hal-hal yang merupakan pelaksanaan mubah saja tetapi bisa menjadi
ibadah dan mendatangkan pahala. Amalan seperti itu dapat menambah bakti kita
kepada ALLAH agar setiap perbuatan dalam hidup kita ini tidak menjadi sia-sia.
Tergolong dalam amalan-amalan itu seperti makan, minum, tidur, berjalan-jalan,
berwisata dan sebagainya.
3.
Hikmah dan Tujuan Ibadah (Mahdah)
Kita sebagai manusia dengan keterbatasan tidak mungkin
mengetahui dan mengungkap seluruh hikmah yang terkandung dalam apa yang Allah
syariatkan dan tetapkan. Apa yang kita ketahui dari hikmah Allah hanyalah
sebagian kecil, dan yang tidak kita ketahui jauh lebih besar, “Dan tidaklah
kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Al-Isra`: 85).
Allah adalah al-Hakim, pemilik hikmah, tidak ada sesuatu
yang Dia syariatkan kecuali ia pasti mengandung hikmah, tidak ada sesuatu dari
Allah yang sia-sia dan tidak berguna karena hal itu bertentangan dengan
hikmahNya.
Sekecil apapun dari hikmah Allah dalam sesuatu yang bisa
kita ketahui, hal itu sudah lebih dari cukup untuk mendorong dan memacu kita
untuk melakukan sesuatu tersebut karena pengetahuan tentang kebaikan sesuatu
melecut orang untuk melakukannya.
Setiap perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala mengandung
kebaikan untuk hamba-hamba-Nya. Memperhambakan diri kepada Allah bermanfaat
untuk kepentingan dan keperluan yang menyembah bukan yang disembah.
“Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan
Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha
Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS.
Adz-Dzariyaat: 57-58)
Penghambaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yang
menjadi tujuan hidup dan tujuan keberadaan kita di dunia, bukanlah suatu
penghambaan yang memberi keuntungan bagi yang disembah, tetapi penghambaan yang
mendatangkan kebahagiaan bagi yang menyembah. Penghambaan yang memberikan
kekuatan bagi yang menyembahnya.
“Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia
bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka
sesungguhnya Rabbku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. An-Naml: 40)
Imam Qatadah berkata: “Sesungguhnya Allah memerintahkan
sesuatu kepada kalian bukan karena berhajat padanya, dan tidak melarang sesuatu
atas kalian karena bakhil. Akan tetapi Dia memerintahkan sesuatu pada kalian
karena di dalamnya terdapat kemaslahatan untuk kalian, dan melarang sesuatu
karena di dalamnya terdapat mafsadat (kerusakan). Oleh karenanya bukan hanya
satu tempat di dalam al-Qur’an yang memerintahkan berbuat perbaikan dan melarang
berbuat kerusakan.”
3.1
Hikmah dan Tujuan Mengucapkan Kalimat Syahadat
Syarat
utama bagi orang yang baru masuk Islam ialah mengucapkan dua kalimat Syahadat.
Yaitu, “Asyhadu allaa ilaaha ilallaah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullah.” Barangsiapa
yang mengucapkan dan mengikrarkan dengan lisannya, maka dia menjadi orang
Islam. Dan berlaku baginya hukum-hukum Islam, walaupun dalam
hatinya dia mengingkari.
Karena kita diperintahkan untuk memberlakukan secara lahirnya. Adapun batinnya, kita serahkan kepada Allah. Dalil dari hal itu adalah ketika Nabi saw. menerima orang-orang yang hendak masuk Islam, beliau hanya mewajibkan mereka mengucapkan dua kalimat Syahadat. Nabi saw. tidak menunggu hingga datangnya waktu salat atau bulan Puasa (Ramadhan). Di saat Usamah, sahabat Rasulullah saw, membunuh orang yang sedang mengucapkan, “Laa ilaaha illallaah,” Nabi menyalahkannya dengan sabdanya, “Engkau bunuh dia, setelah dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah.” Usamah lalu berkata, “Dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah karena takut mati.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Apakah kamu mengetahui isi hatinya?”
Karena kita diperintahkan untuk memberlakukan secara lahirnya. Adapun batinnya, kita serahkan kepada Allah. Dalil dari hal itu adalah ketika Nabi saw. menerima orang-orang yang hendak masuk Islam, beliau hanya mewajibkan mereka mengucapkan dua kalimat Syahadat. Nabi saw. tidak menunggu hingga datangnya waktu salat atau bulan Puasa (Ramadhan). Di saat Usamah, sahabat Rasulullah saw, membunuh orang yang sedang mengucapkan, “Laa ilaaha illallaah,” Nabi menyalahkannya dengan sabdanya, “Engkau bunuh dia, setelah dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah.” Usamah lalu berkata, “Dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah karena takut mati.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Apakah kamu mengetahui isi hatinya?”
Dalam
Musnad Al-Imam Ahmad diterangkan, ketika kaum Tsaqif masuk
Islam, mereka mengajukan satu syarat kepada Rasulullah saw,
yaitu supaya dibebaskan dari kewajiban bersedekah dan jihad.
Lalu Nabi saw. bersabda, “Mereka akan melakukan (mengerjakan)
sedekah dan jihad.”
3.2
Hikmah dan Tujuan Melaksanakan Shalat
Ibadah
shalat yang merupakan ibadah teragung dalam Islam termasuk ibadah yang kaya
dengan kandungan hikmah kebaikan bagi orang yang melaksanakannya. Siapa pun
yang mengetahui dan pernah merasakannya mengakui hal itu, oleh karena itu dia
tidak akan rela meninggalkannya, sebaliknya orang yang tidak pernah mengetahui
akan berkata, untuk apa shalat? Dengan nada pengingkaran.
Di
antara hikmah-hikmah shalat adalah:
Pertama:
Manusia memiliki dorongan nafsu kepada kebaikan dan keburukan, yang pertama
ditumbuhkan dan yang kedua direm dan dikendalikan. Sarana pengendali terbaik
adalah ibadah shalat. Kenyataan membuktikan bahwa orang yang menegakkan shalat
adalah orang yang paling minim melakukan tindak kemaksiatan dan kriminal,
sebaliknya semakin jauh seseorang dari shalat, semakin terbuka peluang
kemaksiatan dan kriminalnya. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala;
“Dan dirikanlah shalat,
sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar.”
(Al-Ankabut: 45).
Dari
sini kita memahami makna dari penyandingan Allah antara menyia-nyiakan shalat
dengan mengikuti syahwat yang berujung kepada kesesatan. “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti
(yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka
mereka kelak akan menemui kesesatan.” (Maryam: 59).
Kedua: Seandainya seseorang telah
terlanjur terjatuh kedalam kemaksiatan dan hal ini pasti terjadi karena tidak
ada menusia yang ma’shum (terjaga dari dosa) selain para nabi dan rasul, maka
shalat merupakan pembersih dan kaffarat terbaik untuk itu. Rasulullah
saw. mengumpamakan
shalat lima waktu dengan sebuah sungai yang mengalir di depan pintu rumah salah
seorang dari kita, lalu dia mandi di sungai itu lima kali dalam sehari semalam,
adakah kotoran di tubuhnya yang masih tersisa? Dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu
berkata, aku mendengar Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam
bersabda, “Menurut kalian seandainya ada sungai di depan pintu rumah salah
seorang dari kalian di mana dia mandi di dalamnya setiap hari lima kali, apakah
masih ada kotorannya yang tersisa sedikit pun?” Mereka menjawab,”Tidak ada
kotoran yang tersisa sedikit pun.” Rasulullah saw bersabda, “Begitulah
perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan.” (HR.
al-Bukhari dan Muslim).
Dari
Ibnu Mas’ud radliyallahu 'anhu bahwa seorang laki-laki mendaratkan
sebuah ciuman kepada seorang wanita, lalu dia datang kepada Nabi shallalahu
'alaihi wasallam dan menyampaikan hal itu kepada beliau, maka Allah
menurunkan, “Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan
petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan
yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Hud:
114) Laki-laki itu berkata, “Ini untukku?” Nabi shallalahu 'alaihi
wasallam menjawab, “Untuk seluruh umatku.” (Muttafaq Alaihi).
Ketiga:
Hidup manusia tidak terbebas dari ujian dan cobaan, kesulitan dan kesempitan
dan dalam semua itu manusia memerlukan pegangan dan pijakan kokoh, jika tidak
maka dia akan terseret dan tidak mampu mengatasinya untuk bisa keluar darinya
dengan selamat seperti yang diharapkan, pijakan dan pegangan kokoh terbaik
adalah shalat, dengannya seseorang menjadi kuat ibarat batu karang yang tidak
bergeming di hantam ombak bertubu-tubi. Firman Allah, (artinya) “Jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu
sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyu’.” (Al-Baqarah: 45).
Ibnu
Katsir berkata, “Adapun firman Allah, ‘Dan shalat’, maka shalat termasuk
penolong terbesar dalam keteguhan dalam suatu perkara.”
Firman Allah (artinya), “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 153).
Firman Allah (artinya), “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 153).
Ibnu
Katsir berkata, “Allah Taala menjelaskan bahwa sarana terbaik sebagai penolong
dalam memikul musibah adalah kesabaran dan shalat.”
Imam
Abu Dawud meriwayatkan dari Hudzaefah bahwa jika Rasulullah shallalahu
'alaihi wasallam tertimpa suatu perkara yang berat maka beliau melakukan
shalat. (HR. Abu Dawud nomor 1319).
Keempat:
Hidup memiliki dua sisi, nikmat atau musibah, kebahagiaan atau kesedihan. Dua
sisi yang menuntut sikap berbeda, syukur atau sabar. Akan tetapi persoalannya
tidak mudah, karena manusia memiliki kecenderungan kufur pada saat meraih
nikmat dan berkeluh kesah pada saat meraih musibah, dan inilah yang terjadi
pada manusia secara umum, kecuali orang-orang yang shalat. Orang yang shalat
akan mampu menyeimbangkan sikap pada kedua keadaan hidup tersebut.
Firman
Allah, (artinya), “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi
kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat
kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang
mereka itu tetap mengerjakan shalatnya.” (Al-Ma’arij: 19-23).
Ibnu Katsir berkata, “Kemudian Allah berfirman, ‘Kecuali
orang-orang yang shalat’ yakni manusia dari sisi bahwa dia memiliki sifat-sifat
tercela kecuali orang yang dijaga, diberi taufik dan ditunjukkan oleh Allah
kepada kebaikan yang dimudahkan sebab-sebabnya olehNya dan mereka adalah
orang-orang shalat.”
Sebagian dari hikmah yang penulis sebutkan di atas cukup
untuk membuktikan bahwa shalat adalah ibadah mulia lagi agung di mana kita
membutuhkannya dan bukan ia yang membutuhkan kita, dari sini kita mendapatkan
ayat-ayat al-Qur`an menetapkan bahwa perkara shalat ini merupakan salah satu wasiat
Allah kepada nabi-nabi dan wasiat nabi-nabi kepada umatnya.
Allah
berfirman tentang Isa putra Maryam: “Dan Dia menjadikan aku seorang
yang diberkahi di mana saja aku berada, dan dia mewasiatkan kepadaku
(mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.” (Maryam: 31).
Allah berfirman tentang Musa:
“Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (Thaha: 14).
Allah berfirman tentang Ismail: “Dan
ia menyuruh ahlinya untuk shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang
yang diridhai di sisi Tuhannya.” (Maryam: 55).
Allah berfirman tentang Ibrahim:
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap
mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (Ibrahim: 40).
Allah berfirman tentang Nabi Muhammad: “Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya.” (Thaha: 132).
Shalat yang
khusyuk adalah shalat yang di samping pelaksanaannya benar dan tepat sejalan
dengan aturan syarak, juga setelah shalat segala aktivitas pelakunya senantiasa
berlandaskan dan berorientasi pada nilai-nilai Ilahi. Ini karena ia sadar
seluruh perilakunya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah
SWT, seperti dalam firman Allah SWT:
“Jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali
bagi orang-orang yang khusyu',. (yaitu)
orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka
akan kembali kepada-Nya”.(QS. Al Baqoroh (2):45-46)
Orang yang
shalatnya khusyuk tidak mungkin secara sadar dan sengaja akan melakukan korupsi
dan merampok uang negara (uang rakyat). Tidak mungkin pekerjaannya memfitnah,
mengadu-domba, menghasut, serta memusuhi dan membenci sesama kaum Muslimin
karena ia sadar bahwa mereka adalah sebagai saudara yang sesungguhnya, seperti dalam firman Allah SWT:
“Orang-orang beriman itu
sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara
kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al Hujuraat (49):10).
Jika ada Muslim
baik sebagai pejabat, karyawan, dan profesional yang mengerjakan shalat, tetapi
tetap secara sadar dan sengaja melakukan berbagai perbuatan tercela, maka
sasaran dan tujuan ibadahnya belum tercapai. Ibadahnya baru sebatas
melaksanakan ketentuan dan kewajiban agama dan belum menyentuh pada fungsi dan
peran yang sesungguhnya dalam kehidupan.
3.2.1
Hikmah
gerakan shalat
Sebelum menyentuh makna bacaan shalat yang luar
biasa, termasuk juga aspek “olah rohani” yang dapat melahirkan ketenangan jiwa,
atau “jalinan komunikasi” antara hamba dengan Tuhannya, secara fisik shalat pun
mengandung banyak keajaiban.
Setiap gerakan shalat yang dicontohkan
Rasulullah SAW sarat akan hikmah dan bermanfaat bagi kesehatan. Syaratnya,
semua gerak tersebut dilakukan dengan benar, tumaninah serta istiqamah (konsisten dilakukan).
Dalam buku Mukjizat Gerakan Shalat, Madyo
Wratsongko MBA. mengungkapkan bahwa gerakan shalat dapat melenturkan urat
syaraf dan mengaktifkan sistem keringat dan sistem pemanas tubuh. Selain itu
juga membuka pintu oksigen ke otak, mengeluarkan muatan listrik negatif dari
tubuh, membiasakan pembuluh darah halus di otak mendapatkan tekanan tinggi,
serta membuka pembuluh darah di bagian dalam tubuh (arteri jantung).
Dapat
dianalisis mengenai kebenaran sabda Rasulullah SAW
dalam kisah di awal. “Jika engkau berdiri untuk melaksanakan shalat, maka
bertakbirlah.”
Saat takbir Rasulullah SAW mengangkat kedua
tangannya ke atas hingga sejajar dengan bahu-bahunya (HR Bukhari dari Abdullah
bin Umar). Takbir ini dilakukan ketika hendak rukuk, dan ketika bangkit dari
rukuk.
Beliau pun mengangkat kedua tangannya ketika
sujud. Pada saat kita mengangkat
tangan sejajar bahu, maka otomatis kita membuka dada, memberikan aliran darah
dari pembuluh balik yang terdapat di lengan untuk dialirkan ke bagian otak
pengatur keseimbangan tubuh, membuka mata dan telinga kita, sehingga
keseimbangan tubuh terjaga.
“Rukuklah dengan tenang (tuma’ninah).” Ketika rukuk, Rasulullah SAW
meletakkan kedua telapak tangan di atas lutut. (HR Bukhari dari Sa’ad bin Abi Waqqash). Rukuk yang dilakukan dengan tenang dan
maksimal, dapat merawat kelenturan tulang belakang yang berisi sumsum tulang
belakang (sebagai syaraf sentral manusia) beserta aliran darahnya. Rukuk pun
dapat memelihara kelenturan tuas sistem keringat yang terdapat di pungggung,
pinggang, paha dan betis belakang. Demikian pula tulang leher, tengkuk dan
saluran syaraf memori dapat terjaga kelenturannya dengan rukuk. Kelenturan
syaraf memori dapat dijaga dengan mengangkat kepala secara maksimal dengan mata
mengharap ke tempat sujud.
“Lalu bangunlah hingga engkau berdiri tegak.” Saat berdiri dari dengan mengangkat
tangan, darah dari kepala akan turun ke bawah, sehingga bagian pangkal otak
yang mengatur keseimbangan berkurang tekanan darahnya. Hal ini dapat menjaga
syaraf keseimbangan tubuh dan berguna mencegah pingsan secara tiba-tiba.
“Selepas itu, sujudlah dengan tenang.” Bila
dilakukan dengan benar dan lama, sujud dapat memaksimalkan aliran darah dan
oksigen ke otak atau kepala, termasuk pula ke mata, telinga, leher, dan pundak,
serta hati. Cara seperti ini efektif untuk membongkar sumbatan pembuluh darah
di jantung, sehingga resiko terkena jantung koroner dapat diminimalisasi.
“Kemudian bangunlah hingga engkau duduk dengan
tenang.” Cara duduk di antara dua sujud dapat menyeimbangkan sistem elektrik
serta syaraf keseimbangan tubuh kita. Selain dapat menjaga kelenturan syaraf di
bagian paha dalam, cekungan lutut, cekungan betis, sampai jari-jari kaki. Masih
ada gerakan-gerakan shalat lainnya yang pasti sssssmemiliki segudang keutamaan, termasuk keutamaan wudhu. Semua
ini memperlihatkan bahwa shalat adalah anugerah terindah dari Allah bagi hamba
beriman.
3.3
Hikmah dan Tujuan Ibadah Puasa
Puasa memiliki tujuan yang secara
tegas dijelaskan dalam Al Qur’an
surah Al Baqarah [2]:183 adalah untuk membentuk pribadi
Muslim yang bertakwa kepada Allah. Yakni, mengerjakan semua perintah Allah dan
menjauhi semua yang dilarang Allah-Nya.
Berkaitan
dengan hal ini, Rasulullah SAW menegaskan bahwa sesungguhnya
puasa itu ada tiga tingkatan. Yakni, puasanya orang awam, puasa khawas, dan
puasa khawasul khawas.
Puasanya
orang awam (umum) adalah sekadar menahan haus dan lapar dari terbit fajar
sampai terbenamnya matahari. Sedangkan puasanya orang khawas adalah menahan
makan dan minum serta semua perbuatan yang membatalkannya. Misalnya mulutnya
ikut berpuasa dengan tidak berkata kotor, mencaci, mengumpat, atau mencela
orang lain. Demikian juga dengan tangan dan kakinya, dipergunakan untuk
perbuatan yang baik dan terpuji. Sementara telinganya hanya dipergunakan untuk
mendengarkan hal-hal yang baik. Puasa khawas ini adalah puasanya orang yang
alim dan fakih.
Adapun
puasa khawasul khawas adalah tidak hanya sekadar menahan makan dan minum serta
hal-hal yang membatalkannya, termasuk juga menahan seluruh anggota pancaindera,
tetapi hatinya juga ikut berpuasa. Menurut para ulama, inilah jenis puasanya
para Nabi dan Rasul Allah. Puasa yang demikian itulah yang akan diberikan
secara langsung balasannya oleh Allah SWT.
"Sesungguhnya
seluruh amal anak Adam itu untuk diri mereka sendiri, kecuali puasa. Puasa itu
untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya." (Hadis Qudsi).
Puasa
yang mampu mencegah dirinya dari perbuatan keji dan munkar inilah yang mampu
membentuk pribadi Muslim yang bertakwa, sebagaimana penjelasan QS Al-Baqarah
[2] ayat 183 di atas.
Bagi
umat Islam, puasa di samping memiliki tujuan spiritual, juga mengandung manfaat
dan hikmah bagi kehidupan. Misalnya, puasa itu menyehatkan, baik secara fisik
maupun psikis (kejiwaan).
Badan
Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar kesehatan yang meliputi empat dimensi,
yaitu sehat fisik, psikis, sosial, dan spiritual. Dan ternyata, ibadah puasa
dapat memenuhi semua dimensi standar kesehatan yang ditetapkan oleh WHO itu.
Bahkan,
Dokter Alexis Carrel (1873-1944) yang pernah meraih hadiah Nobel dua kali
menyatakan, "Apabila pengabdian, shalat, puasa, dan doa yang tulus kepada
Sang Maha Pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, itu
artinya kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat
tersebut."
Ahmad
Syarifuddin dalam bukunya puasa Menuju Sehat Fisik dan Psikis mengungkapkan,
rumusan kesehatan psikis yang ditetapkan WHO ini bisa dipenuhi dengan puasa
yang dilakukan secara baik. Dalam beberapa hal puasa bahkan memiliki keunggulan
dan nilai lebih. Secara kejiwaan, sikap takwa sebagai buah puasa, mendorong
manusia mampu berkarakter ketuhanan (rabbani).
Itulah
manfaat secara umum dari puasa. Namun demikian, bagi umat-umat lainnya, seperti
umat terdahulu, Yahudi, Nasrani, Shabiin, Majusi, Zoroaster, Konghucu, Manu,
Buddha, Hindu, dan aliran kebatinan, dipergunakan untuk kepentingan yang
berbeda.
Ada
yang bertujuan untuk ketenangan batin, mengendalikan hawa nafsu, mengekang
jiwa, untuk memperoleh kemudahan belajar olah kanuragan, untuk kekebalan,
kesaktian, dan lain sebagainya.
3.4
Hikmah dan Tujuan Menunaikan Zakat
Salah
satu tantangan ke depan dalam upaya mereduksi tingginya kesenjangan antara
potensi dan aktualisasi penghimpunan zakat, adalah bagaimana meningkatkan
sosialisasi dan edukasi zakat kepada seluruh komponen masyarakat. Untuk itu,
kampanye mengenai hikmah dan tujuan zakat diharapkan dapat memberikan gambaran
yang utuh tentang bagaimana implikasi zakat pada kehidupan individual,
masyarakat bangsa dan negara.Berdasarkan ayat dan hadits yang terkait zakat, ada beberapa hikmah dan tujuan disyariatkannya ibadah zakat ini.
Pertama, Zakat, infaq dan sedekah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para mustahiq, terutama fakir-miskin, termasuk di dalamnya membantu mereka di bidang pendidikan, kesehatan dan kegiatan ekonomi. ZIS bertujuan pula untuk mengurangi kesenjangan yang saat ini terjadi (QS. Al-Hasyr [59]: 7). Data menunjukkan adanya kesenjangan yang semakin meningkat antara kelompok kaya dan kelompok miskin (hasil riset the New Economics Foundation dan Human Development Report 2006).
Sedangkan Riset Anup Shah (2008) menyatakan bahwa 3 milyar manusia hidup dengan pendapatan di bawah 2 dolar AS/hari, 1 dari 2 anak hidup dalam kemiskinan, dan GDP 41 negara miskin sama dengan kekayaan 7 orang terkaya di dunia. Sementara riset lain juga menemukan bahwa daya beli kelompok miskin Indonesia yang semakin menurun yang ditunjukkan dengan beberapa indikator, di antaranya: upah riil petani turun 0,2%, upah riil buruh bangunan turun 2%, pembantu rumah tangga turun 0,5% dan tukang potong rambut turun 2,5% (Beik, 2008).
Kedua, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan etos kerja. Artinya, orang yang bersedia melaksanakan ZIS pasti memiliki etos kerja yang tinggi (QS Al-Mukminun : 1-4).
Ketiga, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan etika bekerja dan berusaha. Orang yang selalu berusaha melaksanakan ZIS pasti akan berusaha mencari rezeki yang halal. Karena ZIS itu tidak akan diterima dari harta yang didapatkan melalui cara yang tidak benar. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak akan menerima sedekah yang ada unsur tipu daya". (HR. Muslim). Sosialisasi zakat pada hakikatnya di samping menggerakkan etos kerja masyarakat, juga meminimalisir kegiatan korupsi yang sangat merugikan dan merusak.
Keempat, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan aktualisasi potensi dana untuk membangun dan meningkatkan ksejeahteraan umat, seperti untuk membangun sarana pendidikan yang unggul tetapi murah, sarana kesehatan, institusi ekonomi, institusi publikasi dan komunikasi, serta yang lainnya.
Kelima, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan kecerdasan intelektual, emosional, spiritual dan sosial. Artinya, kesediaan ber-ZIS ini akan mencerdaskan muzakki untuk mencintai sesamanya, terutama kaum dhuafa (HR Bukhari).
Keenam, Zakat, infaq dan sedekah akan menyebabkan ketenangan, kebahagiaan, keamanan dan kesejahteraan hidup, lahiriah dan batiniah. Seperti yang dijelaskan dalam QS At Taubah (9) :103.
Ketujuh, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan upaya menumbuhkembangkan harta yang dimiliki dengan cara mengusahakan dan memproduktifkannya.
Kedelapan, Zakat, infaq dan sedekah juga akan menyebabkan orang semakin giat melaksanakan ibadah mahdlah, seperti shalat maupun yang lainnya.
Kesembilan, mencerminkan semangat “sharing economy”. Dalam sebuah penelitian, Prof Yonchai Benkler (Harvard University) menyatakan bahwa sharing atau semangat berbagi merupakan modalitas yang paling penting untuk meningkatkan produktivitas ekonomi. Bahkan Swiercz dan Smith dari Georgia University menyimpulkan bahwa berbagi atau sharing merupakan solusi terhadap persoalan krisis yang saat ini tengah dihadapi AS. Karena itu, keberadaan zakat sesungguhnya merupakan hal fundamental dalam memastikan adanya aliran kekayaan dari kelompok kaya kepada kelompok miskin.
Kesepuluh, Zakat, infaq dan sedekah juga sangat berguna dalam mengatasi berbagai macam musibah yang terjadi di lingkungan sekitar kita, seperti di Aceh, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Barat dan musibah-musibah yang terjadi sekarang ini.
Namun demikian, kesepuluh hikmah tersebut tidak mungkin bisa diaplikasikan, kecuali melalui negara yang bekerja sama dengan lembaga amil zakat yang amanah, transparan dan bertanggungjawab. Karena itu, satu-satunya ibadah yang secara eksplisit di dalam Alquran dan Hadis terdapat petugasnya (amil) adalah zakat, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. At-Taubah: 60. Inilah yang menjadi misi utama Badan Amil Zakat Nasional, yaitu bagaimana merealisasikan keseluruhan hikmah dan tujuan zakat di atas, demi peningkatan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara.
3.5
Hikmah dan Tujuan Ibadah Haji
Ada
beberapa hikmah yang bisa kita petik dari ibadah haji kita antara lain:
3.5.1
Hikmah Ihram
Ihram memiliki pengertian "niat mulai mengerjakan
ibadah haji atau umrah dan menjauhi segala larangan-larangan selama
berihram". Allah STW telah menetapkan beberapa larangan yang harus
dipatuhi oleh jamaah haji selama berihram jika dilanggar maka ada konsekuensi
yang harus kita terima jika dilanggar, yaitu dengan cara membayar Dam / Fidyah
sesuai ketentuan syar'i. Dengan berihram ini berarti kita telah berikrar dan
bertekad untuk tidak melanggar larangan-larangan ihram seperti memotong/
mencukur rambut, memotong pepohonan di Tanah Suci atau memakai pakaian
berjahit. Padahal kesemuanya itu hal biasa dalam keseharian, bahkan kita
disunahkan memotong kuku atau rambut untuk kebersihan kita, tetapi dalam
kondisi berihram semuanya itu adalah dilarang. Hikmah
yang bisa kita petik dari semua ialah
menunjukkan sikap kepatuhan dan ketaatan kita kepada Allah SWT. Hal ini juga
wujud dari ikrar syahadat kita bahwa Tidak ada Tuhan yang yang patut disembah
selain Allah SWT. Ketaatan kita kepada-Nya adalah mutlak tanpa adanya
pengecualian. Dialah Sang Pencipta, Yang Berkuasa atas segala sesuatu, apapun yang telah ditetapkan-Nya adalah ketentuan yang mutlak
berlaku, kita hanya hambanya yang dhaif, lemah. Kepatuhan dan ketaatan diuji,
untuk tidak melanggar larangan-larangan ihram dalam berihram ini.
Dalam berihram, hanya memakai dua helai kain saja tanpa
berjahit, disunnahkan kain yang putih bersih. Hal ini menunjukkan kita semua
dihadapan Allah SWT adalah sama, tidak ada yang berpakaian mewah, semua pakaian
yang gemerlap, pangkat dan jabatan harus ditanggalkan. Yang tertinggal adalah
ketaqwaan kita yang menjadi bekal kita dalam .memenuhi panggilan Allah SWT ini,
karena sebaik-baiknya bekal adalah bekal taqwa. Dalam memenuhi panggilan Allah
SWT ini, diharapkan dengan hati yang bersih, seputih bersih kain ihram itu
sendiri, tidak ada kesombongan, karena kesombongan hanyalah milik Allah SWT
semata
3.5.2
Hikmah
Thawaf
Thawaf adalah mengelilingi Ka'bah sebayak tujuh kali putaran
dimulai dan diakhiri dari Rukun Hajar Aswad, sedangkan ka'bah berada disebelah
kiri. Ka'bah adalah pusat/ kiblat ibadah umat islam. Di Baitullah ini kita
menjadi tamu Allah SWT. Thawaf merupakan sarana pertemuan kita sebagai tamu
dengan Sang Khaliq, dengan mengelilingi ka'bah disertai dengan dzikir dan
berdoa dengan khusuk. Ka'bah menjadi pusaran dan pusat peribadatan kita
kehadirat Allah SWT, karena thawaf identik dengan sholat dimana kita
berkomunikasi secara langsung dengan Allah SWT. Putaran thawaf sebanyak 7 kali
merefleksikan rotasi bumi terhadap matahari yang menandai putaran terjadinya
kisaran waktu, siang dan malam, yang menunjukkan waktu, hari, bulan dan tahun. Inilah kebesaran Allah SWT, semua itu
bukan terjadi secara kebetulan, tetapi sudah menjadi Sunatullah. Karena kejadian dimuka bumi ini tidak ada yang kebetulan melainkan sudah direncanakan Allah SWT. Dan
semuanya berjalan sesuai dengan ukurannya
masing-masing.
3.5.3
Hikmah
Sa'i
Sa'i berarti "usaha", sa'i adalah perjalanan dari
Shafa ke Marwah dan sebaliknya sebanyak 7 kali perjalanan. Ibadah sa'i ini
merupakan ajaran dari Siti Hajar ketika mondar-mandir antara Bukit Shafa dan
Bukit Marwah untuk mencari air karena Nabi Ismail AS menangis kehausan, padahal
jarak antara Shafa dan Marwah sekitar 425 m. Kisah ini menunjukkan betapa
besarnya cinta kasih seorang ibu kepada anaknya, begitu kuat usaha yang
dilakukannya untuk mendapatkan setetes air untuk menghilangkan dahaga anaknya.
Hikmah yang bisa kita ambil dari kisah tersebut adalah usaha yang dilakukan
secara terus-menerus tanpa kenal lelah serta tawakal untuk meraih suatu tujuan,
meskipun pada akhirnya hanyalah Allah SWT yang menentukan hasil dari jerih
payah kita. Kenyataannya yang menemukan sumber mata air di tanah yang kering
dan tandus tersebut adalah putranya sendiri, Nabi Ismail AS, yang dikenal
dengan sumur air zam-zam. Air Zam-zam inilah yang pada akhirnya menghidupi
masyarakat sekitar Makkah selama ribuan tahun dan sumur ini tidak pernah kering
sampai saat ini, meskipun berjuta-juta galon telah diambil untuk keperluan
jamaah haji.
3.5.4
Hikmah
Tahallul
Tahallul merupakan perbuatan untuk melepaskan diri dari
larangan-larangan ihram selama berihram, dilakukan dengan cara bercukur.
Bercukur mengandung makna membersihan diri, membersihkan segala pikiran-pikiran
kotor yang tidak bermanfaat. Bersihkan hati dan pikiran untuk menapaki
kehidupan yang lebih baik menuju kepada keridhaan Allah SWT.
3.5.5
Hikmah
Wukuf
Wukuf berarti "berhenti", merupakan rukun ibadah haji, tidak ada haji jika tidak wukuf di arofah.
Wukuf di padang Arofah merupakan gambaran kelak kita akan dikumpulkan Allah SWT
di Padang Mahsyar pada Hari Kebangkitan. Pada saat wukuf ini, kita akan merasa
dalam suasana yang tenang, tentram, seluruh jamaah haji dari berbagai penjuru
dunia berkumpul, bermunajad kehadirat Allah SWT, Sang Pencipta. Semuanya
berdzikir, bertafakur, ada yang menangis memohon ampunan, bertobat atas segala
dosa dan kesalahan. Sesungguhnya Adalah sebaik-baiknya Penerima Taubat
Hamba-Nya. Dalam Wukuf ini Allah akan membebaskan dan mengampuni dosa-dosa
orang-orang yang sedang wukuf sebesar apapun dosanya, seperti disebutkan dalam
hadits riwayat Muslim, Nabi SAW bersabda: "Aku berlindung kepada Allah SWT
dari godaan syetan yang terkutuk. Tiada hari yang lebih banyak Allah
membebaskan seorang hamba dari neraka selain Hari Arofah."
Dalam hadits lain Rasulullah SAW juga bersabda : Nabi SAW
wukuf di Arofah, di saat matahari hampir terbenam; Beliau berkata; "Wahai
Bilal suruhlah umat manusia mendengarkan saya." Maka Bilal pun berdiri
seraya berkata, "Dengarkanlah Rasulullah SAW," maka mereka
mendengarkan, lalu Nabi SAW bersabda; " Wahai umat manusia, baru saja
Jibril a.s. datang kepadaku, maka dia membacakan salam dari Tuhanku, dan dia
mengatakan; "Sungguh Allah SWT mengampuni dosa-dosa orang-orang yang
berwukuf di Arofah, dan orang-orang yang bermalam di Masy'aril Haram
(Muzdalifah), dan menjamin membebaskan mereka dari tuntutan balasan dan dosa-dosa
mereka. Maka Umar bin Khattab berdiri dan bertanya, ”Ya,
Rasulullah, apakah ini khusus untuk kita saja?”
Rasulullah menjawab: "Ini untukmu dan orang-orang sesudahmu
hingga hari kiamat kelak.” Umar r.a. pun lalu berkata, “Kebaikan Allah sungguh banyak dan Dia Maha Pemurah."
3.5.6
Hikmah
Mabit di Muzdalifah
Setelah terbenam matahari wukuf telah berakhir, jamaah haji
berangkat menuju Muzdalifah untuk bermalam dan beristirahat, mengumpulkan
tenaga kembali guna melanjutkan melontar jumrah di Mina. Disunnahkan di
Muzdalifah ini jamaah haji mencari kerikil untuk melontar jamrah. Selama mabit
di Muzdalifah ini disunnahkan memperbanyak dzikir dan berdoa. Setelah lewat
tengah malam, jamaah haji akan berangkat menuju Mina untuk mabit dan melontar
jamrah pada tanggal 10, 11, 12, 13, Dzulhijjah. Hikmah Mabit di Muzdalifah ini,
kita mempersiapkan diri baik tenaga maupun perbekalan dan senjata (lambang
kerikil) untuk melawan musuh manusia yang nyata yaitu syeitan. Kerikil-kerikil
tersebut nantinya dipergunakan untuk melontar jamrah yang melambangkan perang
melawan syaitan. Syaitan selalu menjerumuskan manusia ke dalam api neraka
karena itu tidak ada ruang lagi bagi syaitan.
3.5.7
Mabit di
Mina
Mabit di mina ini dilaksanakan selama 4 hari mulai tanggal
10, 11, 12, 13 Dzulhijjah. Selama mabit ini jamaah haji akan melaksanakan
melontar jumrah Ula, Wustha dan Aqobah. Mabit ini merupakan penginggalan ajaran
Nabi Ibrahim A.S. ketika diperintahkan Allah SWT untuk menyembelih putranya
Nabi Ismail A.S. Dalam perjalanan menjalankan perintah Allah inilah Nabi
Ibrahim mendapat godaan terus-menerus dari syaitan agar mengurungkan niatnya
untuk menyembelih putra kesayangannya, tetapi Nabi Ibrahim A.S. tetap istiqomah
menjalankan perintah ALLAH SWT ini dan melempari syaitan-syaitan tersebut dengan
batu kerikil (jamrah). Makna Melontar jamrah adalah perang kita terhadap musuh
yang paling nyata bagi manusia yaitu syaitan, karena syaitan-syaitan tidak
pernah lengah untuk menggoda manusia agar terjerumus kedalam api neraka.
Disamping itu selama mabit ini kita disunahkan untuk selalu mendekatkan diri
kepada Allah SWT dengan berdzikir dan berdoa serta memperbanyak ibadah.
4.
Hikmah dan Tujuan Ibadah (Ghairu Mahdah)
4.1.Sedekah
Hikmah sedekah:
1.
Akan menambah
rezeki kita.
2.
Dapat memelihara
kelangsungan warisannya.
3.
Dapat merasakan
penderitaan orang lain.
“Bersodaqoh
pahalanya sepuluh, member hutang (tanpa bunga) pahalanya delapan belas,
menhubungkan diri dengan kawan-kawan pahalanya dua puluh dan silaturrahim
(dengan keluarga) pahalanya dua puluh empat.” {HR. Al Hakim}
Tujuan Sedekah:
1.
Membersihkan
harta.
- Berbagi dengan orang yang tidak mampu.
- Untuk mendapatkan keridhoan Allah swt.
“Apa
yang kamu nafkahkan dengan tujuan keridhoan Allah akan diberi pahala walaupun
hanya sesuap makanan kemulut istrimu.” {HR.Al Bukhari}
4.2.Akhlakul Karimah
Hikmah Akhlakul Karimah:
- Memperoleh kebaikan didunia dan akhirat.
- Selalu dipercaya oleh orang lain.
- Tidak memiliki musuh.
“Kemuliaan
orang adalah agamanya, harga dirinya(kehormatannya) adalah akalnya, sedangkan
ketinggian kedudukannya adalah akhlaknya.” {HR. Ahmad Al Hakim}
Tujuan Akhlakul Karimah:
- Untuk membiasakan diri agar selalu berbuat baik.
- Melatih kesabaran.
- Agar selalu tenang dalam bertindak.
“Bukan
akhlak seorang mukmin berbicara dengan lidah yang tidak sesuai kandungan
hatinya. Ketenangan (sabar dan berhati-hati) adalah dari Allah dan tergesa-gesa
(terburu-buru) adalah dari syetan.” {HR Asysyhaab}
4.3.Muamalah
Hikmah Bermuamalah yang jujur:
- Dapat menambah rezeki.
- Selalu dipercaya oleh orang lain.
- Dapat meninggikian derajat kita di akhirat.
“Pedagang
yang jujur amanatnya kelak di hari kiamat bersama-sama para nabi, shiddiqin dan
para shuhada.” {HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah}
Tujuan Bermuamalah yang jujur:
- Untuk mendapatkan ridho Allah.
- Melatih sikap jujur pada diri kita.
“Orang-orang
yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di
antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan
takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus)
ditakuti. (Q.S.17:57).
4.4.Silaturrahim
Hikmah silaturrahim:
- Dapat meninggikan derajat didunia dan akhirat.
- Mendapat banyak teman.
Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. QS. An-Nisa [4] : 1.
Dari
Jubair Ibnu Muth'im Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam bersabda: "Tidak akan masuk surga seorang pemutus, yaitu pemutus
tali kekerabatan." Muttafaq Alaihi.
Tujuan Silaturrahim:
- Menyambung hubungan kekerabatan yang putus.
- Mencapai ridho Allah.
''Barangsiapa
yang ingin dimudahkan rezeki dan dipanjangkan usianya, hendaklah ia senantiasa
menjaga silaturahim.'' (H. R. Muslim).
4.5.Dakwah
Hikmah Dakwah:
- Mencapai ridho illahi.
- Dapat meninggikan derajat kita.
Tujuan Dakwah:
- Mengajak umat manusia (meliputi orang mukmin maupun orang kafir atau musyrik) kepada jalan yang benar agar dapat hidup sejahtera di dunia maupun di akhirat.
- Mengajak umat Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah swt.
- Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya.
- Menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang gawat yang meminta segera penyelesaian dan pemecahan.
- Menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi sewaktu-waktu dalam masyarakat.
“Dan perumpamaan orang-orang yang
membelanjakan hartanya karena mencari keridhoan Allah dan untuk keteguhan jiwa
mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh
hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan
lebat tidak menyiraminya maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah melihat
apa yang kau perbuat.” (Al-Baqarah 265)
4.6.Munakahat
Hikmah Munakahat:
- Perkawinan Dapat Menentramkan Jiwa
- Perkawinan dapat Menghindarkan Perbuatan maksiad.
“Dan diantara
tanda – tanda kekuasaa-Nya ialah dia menciptkan istri – istri dari jenismu
sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya.” (Ar Rum/30:21)
Tujuan Munakahat:
- Sebagai bentuk ibadah.
- Perkawinan untuk Melanjutkan Keturunan
4.7.Kebersihan
Hikmah kebersihan:
- Memperoleh kebikan dunia dan akhirat.
- Terhindar dari kuman-kuman penyakit.
“Sesungguhnya
Allah menyukai dan menyukai kebaikan,bersih dan menyukai kebersihan, murah hati
dan senang kepada kemurahan hati, dermawan dan senang kepada kedermawanan.
Karena itu bersihkanlah halaman rumahmu dan jangan meniru-niru orang-orang
yahudi.” {HR. At Tirmidzi}
Tujuan
Kebersihan:
- Agar hidup menjadi tenang.
- Agar terbiasa hidup bersih.
4.8.Tolong-menolong
Hikmah Tolong-menolong:
- Dapat memberi keringanan antara satu sama lain
- Dapat mengeratkan kasih sayang yang dipupuk dibalik pekerjaan yang sama sama dilakukan
- Mewujudkan sikap saling hormat menghormati di antara individu dalam masyarakat
“Orang Islam
adalah bersaudara, sesama Islam tidak boleh menzaliminya dan membebani dengan
sesuatu yang memberatinya dan siapa yang menunaikan sesuatu hajat saudaranya,
maka Allah akan menunaikan hajatnya, dan siapa yang melepaskan sesuatu bala
orang Islam, Allah akan melepaskan segala bala kesusahannya di akhirat, dan
siapa yang menutup suatu aib orang Islam, Allah akan menutup aibnya di hari
kiamat.”
(Riwayat Bukhari)
Tujuan Tolong-menolong:
- Menjalin kekerabatan.
- Mengembangkan sikap baik.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Ibadah merupakan seluruh aspek kehidupan. Tidak terbatas pada saat-saat singkat yang
diisi dengan cara-cara tertentu. Suatu
Ibadah mempunyai nilai yaitu jalan hidup dan seluruh aspek kehidupan
dan merupakan tingkah laku, tindak-tanduk, pikiran dan perasaan
semata-mata untuk Allah, yang dibangun dengan suatu sistem yang jelas, yang di
dalamnya terlihat segalanya yang pantas dan tidak pantas terjadi .
Secara garis besar ialah dibagi menjadi dua:
Ibadah murni (mahdhah), adalah suatu rangkaian
aktivitas ibadah yang ditetapkan Allah Swt. Dan bentuk aktivitas tersebut telah
dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta terlaksana atau tidaknya sangat ditentukan
oleh tingkat kesadaran teologis dari masing-masing individu.
·
·
Ibadah Ghairu Mahdhah, yakni sikap gerak-gerik, tingkah laku
dan perbuatan yang mempunyai tiga tanda yaitu: pertama, niat yang ikhas sebagai
titik tolak, kedua keridhoan Allah sebagai titik tujuan, dan ketiga, amal
shaleh sebagai garis amal.
Ruang lingkup 'ibadah di dalam Islam amat luas sekali. Hanya merangkumi setiap kegiatan kehidupan manusia. Setiap apa yang dilakukan baik yang bersangkut dengan individu maupun dengan masyarakat adalah 'ibadah menurut Islam selama ia memenuhi syarat-syarat tertentu.
Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah. Karena Allah maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah agar menusia itu mencapai taqwa.
Ruang lingkup 'ibadah di dalam Islam amat luas sekali. Hanya merangkumi setiap kegiatan kehidupan manusia. Setiap apa yang dilakukan baik yang bersangkut dengan individu maupun dengan masyarakat adalah 'ibadah menurut Islam selama ia memenuhi syarat-syarat tertentu.
Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah. Karena Allah maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah agar menusia itu mencapai taqwa.
Hikmah dari
ibadah adalah kita dapat meningkatkan ketaqwaan tehadap Allah swt dan hidup
berdasarkan apa yan Dia perintahkan.
Saran
Sebagai manusia
hendaknya kita tidak melupakan hakikat dari penciptaan kita, yaitu untuk
beribadah kepada Allah swt sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits baik dalam ibadah
mahdah (khusus) maupun dalam ibadah ghoiru mahdah (umum) dengan niat
semata-mata ikhlas untuk mencapai ridha Allah.
Daftar Pusaka
boka asy syafiyyah:2006
Almath, Muhammad
Faiz, Dr. 1991. 1100 Hadits Terpilih
Sinar Ajaran Muhammad. Jakarta: Gema Insani.
0 komentar:
Posting Komentar