A.
Latar
Belakang
Jika dipandang pada
skala dunia, selama kira-kira tiga dawarsa terakhir ini wajah filsafat moral
berubah cukup radikal. Tidak bisa disangkal, dalam situasi kita sekarang ini
etika sedang naik daun. Hal itu terutama tampak dengan penampilannya sebagai
etika terapan. Kadang-kadang disebut juga filsafat terapan. Namun sekarang
dianggap biasa saja, jika etika membahas masalah-masalah yang sangat praktis,
sedangkan sebelumnya ia justru agak segan menyinggung persoalan konkret dan aktual.
Aliran dalam filsafat
moral ini menempatkan diri pada tahap lebih tinggi dari pada membahas
masalah-masalah etis. Mereka tidak menyelidiki baik buruknya
perbuatan-perbuatan manusia, melainkan mengarahkan segala perhatiannya kepada
“bahasa moral” atau ungkapan-ungkapan kita tentang baik buruk.Di negara-negara
berbahasa inggris metametika menjadi aliran filsafat moral yang dominan selama
enam dekade pertama dalam abad ke-20. Baru pada akhir tahun 1960-an terlihat
suatu tendensi lain. Sekitar saat itu etika mulai meminati masalah-masalah etis
yang konkret. Dilihat secara retrospektif, bahwa perubahan ini disebabkan oleh
dua faktor yaitu faktor pertama
perkembangan pesat di bidang ilmu dan teknologi dan faktor kedua pada masyrakat
1960-an tercipta semacam “iklim moral” yang seolah-olah mengundang minat baru
untuk etika.
Pentingnya etika
terapan sekarang ini tampak juga karena tidak jarang jasa ahli etika diminta
untuk mempelajari masalah-masalah yang berimplikasi moral. Hal itu terutama
terjadi jika pemerintah suatu Negara ingin membuat peraturan hukum yang sedang
berlaku. Gambaran tentang peranan dan kedudukan etika terapan yang diusahakan
di atas tentu jauh dari lengkap. Tapi kiranya cukuplah untuk memperlihatkan
bahwa dengan orientasi praktis ini etika sekarang tampak dalam cahaya baru. Dan
tentu saja penampilan baru ini mempunyai konsekuensi juga untuk etika umum.
Jika etika ini begitu disibukkan di bidang praktis, maka tidak bisa lain teori
etika terkena juga. Terdapat pengaruh timbal balik antara etika teoritis dan
etika terapan.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana
Masalah
– Masalah Etika Terapan dan Tantangannya Bagi Zaman Kita?”
A.
Etika
Sedang Naik Daun
Jika
dipandang pada skala dunia, selama kira-kira tiga dawarsa terakhir ini wajah
filsafat moral berubah cukup radikal. Tidak bisa disangkal, dalam situasi kita
sekarang ini etika sedang naik daun. Hal itu terutama tampak dengan
penampilannya sebagai etika terapan. Kadang-kadang disebut juga filsafat
terapan. Namun sekarang dianggap biasa saja, jika etika membahas
masalah-masalah yang sangat praktis, sedangkan sebelumnya ia justru agak segan
menyinggung persoalan konkret dan aktual.
Aliran
dalam filsafat moral ini menempatkan diri pada tahap lebih tinggi dari pada
membahas masalah-masalah etis. Mereka tidak menyelidiki baik buruknya
perbuatan-perbuatan manusia, melainkan mengarahkan segala perhatiannya kepada
“bahasa moral” atau ungkapan-ungkapan kita tentang baik buruk.Di negara-negara
berbahasa inggris metametika menjadi aliran filsafat moral yang dominan selama
enam dekade pertama dalam abad ke-20. Baru pada akhir tahun 1960-an terlihat
suatu tendensi lain. Sekitar saat itu etika mulai meminati masalah-masalah etis
yang konkret. Dilihat secara retrospektif, bahwa perubahan ini disebabkan oleh
dua faktor yaitu faktor pertama
perkembangan pesat di bidang ilmu dan teknologi dan faktor kedua pada masyrakat
1960-an tercipta semacam “iklim moral” yang seolah-olah mengundang minat baru
untuk etika.
Revolusi
itu bisa dilihat sebagai semacam perjuangan hak juga, terutama hak mahasiswa
untuk diikutsertakan dalam pengurusan universitas dengan diwakili dalam
organ-organ yang menentukan kebijakan akademis. Sekitar waktu yang sama di banyak
tempat dilontarkan protes-protes keras terhadap keterlibatan tentara Amerika
Serikat dalam perang Vietnam.
Etika
terapan merupakan suatu istilah baru, tapi sebetulnya yang dimaksudkan
dengannya sama sekali bukan hal baru dalam sejarah filsafat moral. Sejak Plato
dan Aris Toteles sudah ditekankan bahwa etika merupakan filsafat praktis
artinya, filsafat yang ingin memberikan penyuluhan kepada tingkah laku manusia
dengan memperlihatkan apa yang harus kita lakukan. Sifat praktis itu bertahan
selama seluruh sejarah filsafat. Dalam abad pertengahan, Thomas Aquinas jelas
melanjutkan tradisi filsafat praktis ini dan menerapkannya di bidang teknologi
moral. Dalam zaman modern orientasi praktis dari etika berlangsung terus. Pada
awal zaman modern muncul etika khusus yang membahas masalah etis tentang suatu
bidang tertentu seperti keluarga dan Negara. Istilah “etika khusus” sekarang
masih dipakai dalam arti yang sebenarnya sama dengan “etika terapan”.
Pentingnya
etika terapan sekarang ini tampak juga karena tidak jarang jasa ahli etika
diminta untuk mempelajari masalah-masalah yang berimplikasi moral. Hal itu
terutama terjadi jika pemerintah suatu Negara ingin membuat peraturan hukum
yang sedang berlaku. Gambaran tentang peranan dan kedudukan etika terapan yang
diusahakan di atas tentu jauh dari lengkap. Tapi kiranya cukuplah untuk
memperlihatkan bahwa dengan orientasi praktis ini etika sekarang tampak dalam
cahaya baru. Dan tentu saja penampilan baru ini mempunyai konsekuensi juga
untuk etika umum. Jika etika ini begitu disibukkan di bidang praktis, maka
tidak bisa lain teori etika terkena juga. Terdapat pengaruh timbal balik antara
etika teoritis dan etika terapan.
B.
Beberapa
Bidang Garapan Bagi Etika Terapan
Etika
terapan berbicara tentang apa? Banyak sekali topik dibahas di dalamnya. Untuk
sekedar menciptakan kejernihan dalam kerumunan pokok pembicaraan itu dapat kita
bedakan antara dua wilayah besar yang diselidiki dalam etika terapan. Etika
terapan dapat menyoroti suatu profesi atau suatu masalah. Sebagai contoh
tentang etika terapan yang membahas profesi dapat disebut: etika kedokteran,
etika politik, etika bisnis, dan sebagainya. Di antara masalah-masalah yang
dibahas oleh etika terapan dapat disebut: penggunaan senjata nuklir, pencemaran
lingkungan hidup, diskriminasi dalam segala bentuknya (ras, agama, jenis
kelamin, dan lain-lain).
Jika
ditanyakan yang mana dari cabang-cabang etika terapan ini mendapat paling
banyak perhatian dalam zaman kita sekarang, barangkali perlu disebut terutama
empat cabang berikut ini, dua di antaranya menyangkut profesi dan dua lagi
mengenai masalah: etika kedokteran, etika bisnis, etika tentang perang dan
damai (termasuk di dalamnya masalah persenjataan nuklir), dan etika lingkungan
hidup. Cara lain untuk membagikan etika terapan adalah membedakan antara
makroetika dan mikroetika. Makroetika membahas masalah-masalah moral pada skala
besar artinya, masalah-masalah ini menyangkut suatu bangsa seluruhnya atau
bahkan seluruh umat manusia. Mikroetika membicarakan pertanyaan-pertanyaan etis
di mana individu terlibat, seperti kewajiban dokter terhadap pasiennya atau
kewajiban dokter terhadap kliennya (misalnya, kewajiban mengatakan yang benar,
kewajiban menyimpan rahasia jabatan, dan sebagainya).
C.
Etika
Terapan dan Pendekatan Multidisipliner
Salah
satu ciri khas etika terapan sekarang ini adalah kerja sama erat antara etika
dan ilmu-ilmu lain. Etika terapan tidak bisa dijalankan dengan baik tanpa kerja
sama itu, karena ia harus membentuk pertimbangan tentang bidang-bidang yang
sama sekali di luar keahliannya. Karena itu pelaksanaan etika terapan minta
suatu pendekatan multidisipliner, suatu pendekatan yang melibatkan pelbagai
ilmu sekaligus.
Di
sini kita bisa membedakan antara pendekatan multidisipliner adalah usaha
pembahasan tentang tema yang sama oleh pelbagai ilmu, sehingga semua ilmu itu
memberikan sumbangannya yang satu di samping yang lain. Sekat-sekat pemisah
antara ilmu-ilmu itu tetap dipertahankan. Tentu saja, setiap ilmu akan berusaha
memberi penjelasan yang dapat dipahami juga oleh ilmuan-ilmuan dari bidang
lain, sehingga sesuai pembicaraan para ilmuwan bersangkutan telah menyoroti
tema itu dari pelbagai segi.
Pendekatan
interdisipliner jauh lebih sulit untuk dilaksanakan. Pendekatan interdisipliner
adalah kerja sama antara beberapa ilmu tentang tema yang sama dengan maksud
mencapai suatu pandangan terpadu. Pendekatan interdisipliner dijalankan dengan
cara lintas disiplin. Disini semua ilmu yang ikut serta meningkalkan sudut
pandang yang terbatas, sehingga melebur kedalam satu pandangan yang menyeluruh.
Pendekatan interdisipliner kerap kali adalah usaha yang lebih realistis dan
sesungguhnya sudah cukup sulit untuk dijalankan.
1.
Pentingnya Kasuistik
Dengan
kasuistik dimaksudkan usaha memecahkan kasus-kasus konkret dibidang moral dengan menerapkan prinsip-prinsip
etis yang umum. Jadi, kasuistik ini sejalan dengan maksud umum etika harapan.
Jika kita memandang sejarah etika, kasuistik mempunyai suatu tradisi panjang
dan kaya yang sebenarnnya sudah dimulai dengan pengertian aristoteles mengenai
etika sebagai ilmu praktis. Zaman kejayaan zaman kasuistik disusul zaman
kemunduran dan kecurigaan. Salah satu zaman kejayaan adalah abad pertengahan,
ketika metode kasuistik banyak dipakai dalam teologi moral Kristen khususnya
dalam kaitan dengan praktek pengakuan dosa. Dalam etika terapan sekarang ini
kasuistik menduduki tempat terhormat lagi. Uraian-uraian tentang etika
terapan kerap kali disertai dengan pembahasan kasus. Salah satu cabang dimana
kasuistik sekarang paling banyak diprgunakan adalah etika biomedis
(kedokteran).
Mengapa kasuistik bisa menjadi cara yang begitu
populer untuk menangani masalah-masalah moral? Karena ternyata kasuistik
diakui sebagai metode yang efisien untuk mencapai kesepakatan di bidang moral.
Jika orang berangkat dari teori, jauh lebih sulit untuk sampai kepada
kesepakatan seperti itu. Demikian juga pengalaman dua filsuf, Albert R. Jonsen
dan Stephen Toulmin yang ikut serta dalam pekerjaan komisi amerika yang
meninjau kembali peraturan tentang keikutsertaan manusia dalam penelitian
ilmiah, National Commission for the
Protection of Human Subjetcs of Biomedical and Behafioral Research, yang
sudah disebut sebelumnya.
2.
Kode
Etik Profesi
Kode
etik sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk
mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui
ketentuan-ketentuan tertulis yang
diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh
tertua adalah Sumpah Hippokrates yang bias dipandang sebagai kode etik pertama untuk
profesi dokter. Hippokrates adalah dokter yunani kuno yang digelari Bapak Ilmu
Kedokteran dan hidup dalam abad ke-5 s.m.
Profesi
adalah suatu moral community
(masyarakat moral) yang memiliki cita-cita
dan nilai-nilai bersama. Mereka yang membentuk suatu profesi disatukan juga
karena latar belakang pendidikan yang sama dan bersama-sama memiliki keahlian
yang tertutup bagi orang lain. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik
berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya diawasi terus-menerus. Pada
umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar
kode. Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis,
sering kali kode etik berisikan juga ketentuan bahwa professional berkewajiban
melapor, bila ketahuan teman sejawat melanggar kode etik. Sebagai contoh
profesi yang mempunyai kebiasaan menyusun kode etik dapat disebut: dokter,
perawat, petugas pelayanan kesehatan lainnya, pengacara, wartawan, insinyur,
akuntan, perusahaan periklanan, dan lain-lain.
D.
Etika di Depan Ilmu dan Teknologi
Di
antara faktor-faktor yang mengakibatkan suasana di zaman sekarang, perkembangan
pesat dan menakjubkan di bidang ilmu dan teknologi pasti mempunyai kedudukan
penting.Dengan ilmu di sini terutama dimaksudkan ilmu alam. Dan dengan
teknologi dimengerti penerapan ilmu alam yang memungkinkan menguasai dan memanfaatkan daya-daya alam.
Diantara masalah-masalah berat yang dihadapi sekarang ini tidak sedikit berasal
dari hasil yang dicapai ilmu dan teknologi yang modern. Dibandingkan
generasi-generasi sebelumnynya ,perkembangan ilmiah dan teknologi mengubah
banyak sekali dalam kehidupan manusia.
1.
Ambivalensi
Kemajuan Ilmiah
Perlu
di sadari bahwa kemajuan yang dicapai
berkat ilmu dan teknologi bersifat ambivalen, artinya di samping banyak akibat
positif terdapat juga akibat-akibat negative. Berkat adanya ilmu dan teknologi
manusia memperoleh banyak kemudahan dan kemajuan yang dulunya belum pernah
terimpikan.
Mula-mula
perkembangan ilmiah dan teknologi itu dinilai sebagai kemajuan belaka. Orang
hanya melihat kemungkinan-kemungkinan baru yang terbuka luas bagi manusia.
Pandangan yang optimis itu berlangsung terus sampai puncaknya pada abad
ke-19.Ilmu dan teknonologi dianggap sebagai kunci untuk memecahkan semua
kesulitan yang mengganggu umat manusia.Kepercayaan akan kemajuan itu terlihat sekali dalam pemikiran
seorang filsuf asal Perancis ,Auguste Comte (1798-1857) yang memandang zaman
ilmiah yang disebut zaman positif sebagai puncak dan titik akhir seluruh
sejarah.
2.
Masalah Bebas Nilai
Sudah
jelas bahwa melihat hubungan antara ilmu dan pertimbangan moral.Ilmu dan moral
tidak merupakan dua kawasan yang sama sekali asing yang satu terhadap yang
lain, tapi ada titik temu diantaranya. Pada saat – saat tertentu dalam perkembangan
ilmu dan teknologi bertemu dengan moral. Dulu banyak ilmuwan merasa segan
mengakui bahwa ilmu itu tidak bebas dari nilai,karena mereka mengkhawatirkan
dengan itu otnomi ilmu pengetahuan akan didorong. Tapi kekhawatiran seperti itu
tidak beralasan. Metode ilmu pengetahuan memang otonom tidak boleh dicampuri
oleh pihak lain, mungkin itu terjadi atas nama nilai moral,nilai keagamaan
,pertimbangan nasional, atau alasan apa pun juga.Dalam hal ini kita bisa
melihat dan belajar dari” perkara/ kisah Galilei” yang terjadi pada abad
ke-17.Tahun 1663, dari pihak gereja katolik di Italia tidak setuju dengan teori
Galileo Galilei, untuk menarik kembali teori nya yang beranggapan bahwa Bumi
mengelilingi matahari dan tidak sebaliknya ( Heliosentrisme ), yang dinilai
bertentangan dengan kitab Suci Kristen. Campur tangan agama dalam metode ilmiah
tidak saja merugikan ilmu, tapi juga merugikan agama itu juga ,karena
kredibilitasnya bisa berkurang.
3.
Teknologi
yang Tak Terkendali
Dalam
refleksi filosofis tentang situasi zaman sudah beberapa kali dikemukakan bahwa
perkembangan ilmu dan teknologi merupakan proses yang seakan berlangsung secara
otomatis tidak tergantung dari manusia.Fungsi teknologi sendiri pada dasarnya
bersifat instrumental,artinya menyediakan alat – alat bagi manusia. Martin
Heidegger ( 1889-1976 ),filsuf asal Jerman berpandangan / berpendapat paling
extrim,bahwa teknik yang diciptan oleh manusia untuk menguasai dunia,sekarang
berbanding terbalik bahwa teknik itu sendiri yang malah menguasai manusia sendiri.Kesan
bahwa ilmu dan teknologi berkembang otomatis tampaknya sering kali beralasan.
Ketika astronaut Amerika , Neil Amstrong,sebagai manusia pertama menginjakkan
kakinya pada permukaan bulan tanggal 20 juli 1969,hal itu merupakan hasil suatu
proses yang harus terjadi , walaupun tidak ada orang yang tahu persis maksud
nya apa.
Gambaran
tentang situasi ilmu dan teknologi ini banyak orang barangkali terlalu
pesimistis.Tapi bagi sebagian orang lain setidak – tidaknya ada inti
kebenaran di dalamnya.Kesulitan yang
dialami etika untuk memasuki kawasan memasuki kawasan ilmiah dan teknologi bisa
memperkuat lagi kesan itu.Teringat peneliti Amerika,Thomas Grissom,yang disebut
pada awal bab 2 : hati nuraninya mendesak dia untuk berhenti bekerja dalam
proyek pengembangan senjata nuklir.Banyak orang mendapat kesan bahwa proses
perkembangan ilmu dan teknologi seolah-olah kebal terhadap tuntunan etis.
4.
Metode
etika terapan
Etika
terapan merupakan pendekatan ilmiah yang pasti tidak seragam. Di sini kami
menyebut empat unsure yang dengan salah satu cara selalu berperanan dalam etika
terapan, betapa pun besarnya variasi yang yang dapat ditemui disini.dan
sebenarnya empat unsur ini mewarnai setiap pemikiran etis. Empat unsur yang
dimaksudkan di sini yaitu:
a) Sikap
Awal
Dalam usaha
membentuk suatu pandangan beralasan tentang masalah etis apa pun, kita tidak
pernah bertolak dari titik nol. Selalu ada sikap awal. Kita mulai dengan
mengambil suatu sikap tertentu terhadap masalah bersangkutan. Demikian halnya
juga dengan orang yang mulai menekuni etika terapan. Sikap moral ini bisa pro
atau kontra atau juga netral, malah bisa tak acuh, tapi bagaimana pun mula-mula
sikap ini dalam keadaan belum direfleksikan. Misalnya dinegara yang memproduksi
senjata nuklir, hal itu diterima begitu saja oleh kebanyakan warna Negara.
b) Informasi
Setelah
pemikiran etis tergugah, unsur kedua yang di butuhkan adalah informasi. Hal itu
terutama mendesak bagi masalah etis yang terkait dengan perkembangan ilmu dan
teknologi. Bisa saja terjadi sikap awal yang pro atau kontra itu sebenarnya
masih sangat emosional atau sekurang-kurangnya dikuasai oleh factor subyektif
yang tidak dapat mengetahui bagaimana keadaan obyektif itu. Misalnya diskusi
tentang penggunaan energy nuklir untuk membangkitkan listrik snagat dipengaruhi
oleh segi-segi ekonomis.
c) Norma-norma
Moral
Unsur berikut
dalam metode etika terapan adalah norma-norma moral yang relevan untuk topik
atau bidang bersangkutan. Norma-norma moral itu sudah diterima dalam masyarakat
(jadi,tidak diciptakan untuk kesempatan ini), tapi harus diakui juga sebagai
relevan untuk topik atau bidang yang khusus ini. Tidak bisa disangkal,
penerapan norma-normamoral ini merupakan unsur terpenting dalam metode etika
terapan.
d) Logika
Uraian yang
diberikan dalam etika terapan harus bersifat logis juga. Ini tentu tidak
merupakan tuntutan khusus bagi etika saja, sebab berlaku untuk setiap uraian
yang mempunyai pretense rasional. Logika dapat memperlihatkan bagimana dalam
suatu argumentasi tentang masalah moral perkaitan kesimpulan etis dengan
premis-premisnya dan juga apakah penyimpulan itu tahan uji, jika diperiksa
secara kritis menurut aturan-aturan logika. Logika dapat menunjukkan
kesalahan-kesalahan penalaran dan inkonsistensi yang barangkali terjadi dalam
argumentasi. Logika juga memungkinkan untuk menilai definisi dan klasifikasi
yang dipakai dalam argumentasi.
KESIMPULAN
Etika
terapan dapat menyoroti suatu profesi atau suatu masalah. Sebagai contoh
tentang etika terapan yang membahas profesi dapat disebut: etika kedokteran,
etika politik, etika bisnis, dan sebagainya. Di antara masalah-masalah yang
dibahas oleh etika terapan dapat disebut: penggunaan senjata nuklir, pencemaran
lingkungan hidup, diskriminasi dalam segala bentuknya (ras, agama, jenis
kelamin, dan lain-lain) dan etika lingkungan hidup. Cara lain untuk membagikan
etika terapan adalah membedakan antara makroetika dan mikroetika. Makroetika
membahas masalah-masalah moral pada skala besar artinya, masalah-masalah ini
menyangkut suatu bangsa seluruhnya atau bahkan seluruh umat manusia. Mikroetika
membicarakan pertanyaan-pertanyaan etis di mana individu terlibat, seperti kewajiban
dokter terhadap pasiennya atau kewajiban dokter terhadap kliennya (misalnya,
kewajiban mengatakan yang benar, kewajiban menyimpan rahasia jabatan, dan
sebagainya).
2 komentar:
Sumber buku :judul buku,pengarang, penerbit,tahun terbit
K beterns
Posting Komentar