Sejarah Indonesia (1966-1998)
Orde Baru adalah sebutan bagi masa
pemerintahan Presiden Soeharto
di Indonesia.
Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk
kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat
"koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada
masa Orde Lama.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu
tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal
ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi
yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya
dan miskin juga semakin melebar.
Masa Jabatan Presiden Suharto
Pada 1968,
MPR secara resmi melantik
Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik
kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Politik Presiden Soeharto memulai "Orde
Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan
luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa
jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah
mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September
1966 mengumumkan bahwa
Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan
melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota
PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun
setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang
sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur
sering disebut lustrasi - dilakukan
terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal
dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer
Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto
sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat
"dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan
politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus
diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP
ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan
ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur
administratif yang didominasi militer namun dengan nasihat dari ahli ekonomi
didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara
efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya
mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat
sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil
karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta,
sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang
diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep
akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo.
Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa
tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak
lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar,
TNI, dan lembaga pemikir
serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik
dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Eksploitasi sumber daya Selama masa
pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam
secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak
merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan
dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Warga Tionghoa Warga keturunan Tionghoa
juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai
warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi,
yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai
secara terbuka, perayaan hari raya Imlek,
dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal
ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas
pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak
pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa
Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia
waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak
menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang
diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang
sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan
diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang
Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang.
Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga
Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari
keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme
di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi
sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh
komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan[rujukan?].
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik
praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir
akan keselamatan dirinya.
Konflik Perpecahan Pasca Orde Baru Di masa Orde
Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari
media massa seperti radio dan
televisi
mendengungkan slogan "persatuan dan kesatuan bangsa". Salah satu cara
yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi
dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke
luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi,
Timor Timur,
dan Irian Jaya.
Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah
terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap
penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan
bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang sentimen
anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.
Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi
terbuka antara lain dalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di
Kalimantan.[1]
Sementara itu gejolak di Papua
yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalam pembagian keuntungan
pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaan terhadap para
transmigran.
Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
- Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565
- Sukses transmigrasi
- Sukses KB
- Sukses memerangi buta huruf
- Sukses swasembada pangan
- Pengangguran minimum
- Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
- Sukses Gerakan Wajib Belajar
- Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
- Sukses keamanan dalam negeri
- Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
- Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
- Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
- Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
- Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
- Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
- Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
- Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)
- Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
- Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
- Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius"
- Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
- Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
- Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.
Krisis finansial Asia
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis
keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau
terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor
lainnya yang semakin jatuh. Rupiah
jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para
demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri
Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan
diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah
MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil
Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga
Indonesia.
Pasca-Orde Baru
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan
sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi". Masih adanya tokoh-tokoh
penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini
sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir.
Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai
"Era Pasca Orde Baru".
Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya Timor Timur,
transformasi dari Orde Baru ke Era Reformasi berjalan relatif lancar
dibandingkan negara lain seperti Uni Soviet
dan Yugoslavia.
Hal ini tak lepas dari peran Habibie yang berhasil meletakkan pondasi baru
yang terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan jaman.
Sejarah Indonesia
Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang
waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah
berdasarkan penemuan "Manusia Jawa" yang berusia 1,7 juta tahun
yang lalu. Periode sejarah Indonesia
dapat dibagi menjadi lima era: Era Prakolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera
yang terutama mengandalkan perdagangan; Era Kolonial,
masuknya orang-orang Eropa
(terutama Belanda)
yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh
Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17
hingga pertengahan abad ke-20; Era Kemerdekaan Awal, pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
(1945) sampai jatuhnya Soekarno
(1966); Era Orde Baru,
32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta Era Reformasi
yang berlangsung sampai sekarang.
Prasejarah
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Nusantara
pada periode prasejarah
Secara geologi, wilayah Indonesia
modern (untuk kemudahan, selanjutnya disebut Nusantara)
merupakan pertemuan antara tiga lempeng benua utama: Lempeng Eurasia,
Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik
(lihat artikel Geologi Indonesia).
Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat melelehnya es setelah berakhirnya Zaman Es,
hanya 10.000 tahun yang lalu.
Replika tempurung kepala manusia Jawa yang pertama kali
ditemukan di Sangiran
Pada masa Pleistosen,
ketika masih terhubung dengan Asia
Daratan, masuklah pemukim pertama. Bukti pertama yang menunjukkan penghuni
pertama adalah fosil-fosil Homo erectus manusia Jawa
dari masa 2 juta hingga 500.000 tahun lalu. Penemuan sisa-sisa "manusia
Flores" (Homo floresiensis)[1]
di Liang Bua,
Flores,
membuka kemungkinan masih bertahannya H. erectus hingga masa Zaman Es
terakhir.[2]
Homo sapiens
pertama diperkirakan masuk ke Nusantara sejak 100.000 tahun yang lalu melewati
jalur pantai Asia dari
Asia Barat, dan pada sekitar 50.000 tahun yang lalu telah mencapai Pulau Papua
dan Australia.[3]
Mereka, yang berciri rasial
berkulit gelap dan berambut ikal rapat (Negroid),
menjadi nenek moyang penduduk asli Melanesia
(termasuk Papua)
sekarang dan membawa kultur kapak lonjong (Paleolitikum).
Gelombang pendatang berbahasa Austronesia dengan kultur Neolitikum
datang secara bergelombang sejak 3000 SM dari Cina Selatan melalui Formosa
dan Filipina
membawa kultur beliung persegi (kebudayaan Dongson). Proses migrasi ini
merupakan bagian dari pendudukan Pasifik.
Kedatangan gelombang penduduk berciri Mongoloid
ini cenderung ke arah barat, mendesak penduduk awal ke arah timur atau berkawin
campur dengan penduduk setempat dan menjadi ciri fisik penduduk Maluku serta Nusa Tenggara.
Pendatang ini membawa serta teknik-teknik pertanian,
termasuk bercocok tanam padi di sawah (bukti paling lambat
sejak abad ke-8 SM), beternak kerbau, pengolahan perunggu dan besi, teknik tenun ikat,
praktik-praktik megalitikum, serta pemujaan roh-roh (animisme)
serta benda-benda keramat (dinamisme). Pada abad pertama SM sudah
terbentuk pemukiman-pemukiman serta kerajaan-kerajaan kecil, dan sangat mungkin
sudah masuk pengaruh kepercayaan dari India akibat hubungan
perniagaan.
Era pra colonial
Sejarah awal
Lihat pula: Sejarah Nusantara
Para cendekiawan India telah menulis
tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra
sekitar 200 SM.
Bukti fisik awal yang menyebutkan tanggal adalah dari abad ke-5 mengenai dua
kerajaan bercorak Hinduisme: Kerajaan Tarumanagara
menguasai Jawa Barat
dan Kerajaan Kutai
di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan.
Pada tahun 425 agama
Buddha
telah mencapai wilayah tersebut.
Di saat Eropa memasuki masa Renaisans,
Nusantara
telah mempunyai warisan peradaban berusia ribuan tahun dengan dua kerajaan
besar yaitu Sriwijaya
di Sumatra
dan Majapahit
di Jawa,
ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali menjadi vazal tetangganya yang
lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perdagangan (seperti di Maluku).
Kerajaan Hindu-Buddha
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-Buddha
Prasasti Tugu peninggalan Raja Purnawarman dari Taruma
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa
Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara
yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7
hingga abad ke-14,
kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra.
Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang
sekitar tahun 670. Pada
puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat
dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi
saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu
di Jawa Timur,
Majapahit.
Patih Majapahit antara tahun 1331
hingga 1364, Gajah Mada
berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah
Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah
Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat
dalam wiracarita
Ramayana.
Kerajaan Islam
Islam
sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12,
namun sebenarnya Islam
sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada
jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang
menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia
Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7.[4]
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir
perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab
menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera.
Islam pun
memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada
Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya
Jambi
yang bernama Srindravarman mengirim
surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani
Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat
itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang
isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat
seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon
gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya
hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan
tuhan-tuhan lain dengan Allah.
Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah
yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda
mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan
menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni
tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam.
Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730
M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang
yang masih menganut Budha.[5]
Islam
terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah
kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram
225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk
ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah.
Kesultanan Islam kemudian semikin menyebarkan
ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai
kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap
mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur,
rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah
aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari
kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan
perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan
dari pemerintahan Islam yang datang dari luar Indonesia,
maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja
melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang
dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula
ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama
mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk di antaranya: Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Banten
yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram,
dan Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore
di Maluku.
Era kolonial
Kolonisasi Portugis dan Spanyol
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Nusantara Zaman Portugis dan Spanyol
Afonso (kadang juga
ditulis Alfonso) de Albuquerque. Karena tokoh inilah, yang membuat kawasan Nusantara
waktu itu dikenal oleh orang Eropa
dan dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Portugis
bersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris
dan Belanda.
Dari Sungai Tagus
yang bermuara ke Samudra Atlantik itulah armada Portugis
mengarungi Samudra Atlantik, mungkin makan waktu sebulan hingga tiga bulan,
melewati Tanjung Harapan Afrika,
menuju Selat Malaka.
Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari
rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai
biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum
berlayar melalui Sungai Tagus,” kata Teresa. Biara St Jeronimus atau Biara Dos
Jeronimos dalam bahasa Portugis itu didirikan oleh Raja Manuel pada tahun 1502
di tempat saat Vasco da Gama memulai petualangan ke timur.
Museum Maritim atau orang Portugis menyebut Museu
de Marinha itu didirikan oleh Raja Luis pada 22 Juli 1863 untuk menghormati
sejarah maritim Portugis.
Selain patung di taman, lukisan Afonso de
Albuquerque juga menjadi koleksi museum itu. Di bawah lukisan itu tertulis,
”Gubernur India 1509-1515. Peletak dasar Kerajaan Portugis di India yang
berbasis di Ormuz, Goa, dan Malaka. Pionir kebijakan kekuatan laut sebagai
kekuatan sentral kerajaan”. Berbagai barang perdagangan Portugis juga
dipamerkan di museum itu, bahkan gundukan lada atau merica.
Ada sejumlah motivasi mengapa Kerajaan Portugis
memulai petualangan ke timur. Ahli sejarah dan arkeologi Islam Uka
Tjandrasasmita dalam buku Indonesia-Portugal: Five Hundred Years of Historical
Relationship (Cepesa, 2002), mengutip sejumlah ahli sejarah, menyebutkan tidak
hanya ada satu motivasi Kerajaan Portugis datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin
dapat diringkas dalam tiga kata bahasa Portugis, yakni feitoria, fortaleza,
dan igreja. Arti harfiahnya adalah emas, kejayaan, dan gereja atau
perdagangan, dominasi militer, dan penyebaran agama Katolik.
Menurut Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua
dari Estado da India, Kerajaan Portugis di Asia, merupakan arsitek utama
ekspansi Portugis ke Asia. Dari Goa, ia memimpin langsung ekspedisi ke Malaka
dan tiba di sana awal Juli 1511 membawa 15 kapal besar dan kecil serta 600
tentara. Ia dan pasukannya mengalahkan Malaka 10 Agustus 1511. Sejak itu
Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa. Setelah
menguasai Malaka, ekspedisi Portugis yang dipimpin Antonio de Abreu mencapai
Maluku, pusat rempah-rempah.
Periode Kejayaan Portugis di Nusantara
Periode 1511-1526, selama 15 tahun, Nusantara menjadi
pelabuhan maritim penting bagi Kerajaan Portugis, yang secara reguler menjadi
rute maritim untuk menuju Pulau Sumatera, Jawa, Banda, dan Maluku.
Pada tahun 1511 Portugis mengalahkan Kerajaan
Malaka.
Pada tahun 1512 Portugis menjalin komunikasi dengan
Kerajaan Sunda
untuk menandatangani perjanjian dagang, terutama lada. Perjanjian dagang
tersebut kemudian diwujudkan pada tanggal 21 Agustus 1522 dalam bentuk dokumen
kontrak yang dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi
untuk raja Portugal. Pada hari yang sama dibangun sebuah prasasti yang disebut Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal
di suatu tempat yang saat ini menjadi sudut Jalan Cengkeh dan Jalan Kali Besar
Timur I, Jakarta Barat. Dengan perjanjian ini maka Portugis dibolehkan
membangun gudang atau benteng di Sunda Kelapa.
Pada tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque
mengirim Antonio Albreu dan Franscisco Serrao untuk memimpin armadanya mencari
jalan ke tempat asal rempah-rempah di Maluku. Sepanjang perjalanan, mereka
singgah di Madura, Bali, dan Lombok. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa,
armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara hingga tiba di
Ternate.
Kehadiran Portugis di perairan dan kepulauan
Indonesia itu telah meninggalkan jejak-jejak sejarah yang sampai hari ini masih
dipertahankan oleh komunitas lokal di Nusantara, khususnya flores, Solor dan
Maluku, di Jakarta Kampong Tugu yang terletak di bagian Utara Jakarta, antara
Kali Cakung, pantai Cilincing dan tanah Marunda.
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah
Portugis, pada tahun 1512. Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing
dibawah pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan
Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin persahabatan dengan penduduk
dan raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate,
Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli, begitupula Negeri
Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan dagang rempah-rempah ini
tidak berlangsung lama, karena Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus
melakukan penyebaran agama Kristen. Salah seorang misionaris terkenal adalah
Francis Xavier. Tiba di Ambon 14 Pebruari 1546, kemudian melanjutkan perjalanan
ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa kenal lelah melakukan kunjungan ke
pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran agama. Persahabatan
Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan
Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki dari
Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis,
dimanfaatkan Belanda untuk menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605,
Belanda berhasil memaksa Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon
kepada Steven van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz.
Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh
Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar wilayah
Maluku. Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada
tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa tunggal di Maluku. Di
bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala Operasional VOC, perdagangan
cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC selama hampir 350 tahun. Untuk
keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan
Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku menjadi korban kebrutalan VOC.
kemudian mereka membangun benteng di Ternate
tahun 1511, kemudian tahun 1512 membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara.
Portugis kalah perang dengan Spanyol maka daerah Sulawesi utara diserahkan
dalam kekuasaan Spanyol (1560 hingga 1660). Kerajaan Portugis kemudian
dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol. (Baca buku :Sejarah Kolonial
Portugis di Indonesia, oleh David DS Lumoindong). Abad 17 datang armada dagang
VOC (Belanda) yang kemudian berhasil mengusir portugis dari ternate, sehingga
kemudian Portugis mundur dan menguasai Timor timur (sejak 1515).
Kolonialisme dan Imperialisme mulai merebak di
Indonesia sekitar abad ke-15, yaitu diawali dengan pendaratan bangsa Portugis
di Malaka dan bangsa Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtmen pada tahun 1596,
untuk mencari sumber rempah-rempah dan berdagang.
[sunting] Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka
dan ke Kepulauan Maluku merupakan perintah dari negaranya untuk berdagang.
Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis
Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin
oleh Albuquerque menyerang Kerajaan Malaka. Untuk menyerang colonial Portugis
di Malaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami kegagalan karena kekuatan dan
persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah
pimpinan Falatehan dapat menguasai Banten,Suda Kelapa, dan Cirebon. Armada
Portugis dapat dihancurkan oleh Falatehan dan ia kemudian mengganti nama Sunda
Kelapa menjadi Jayakarta (Jakarta)
Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya
Portugis tersebut gagal karena Portugis mendapat perlawanan keras dari rakyat
Aceh. Pada saat Sultan Iskandar Muda berkuasa, Kerajaan Aceh pernah menyerang
Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis
Bangsa Portugis pertama kali mendarat di Maluku
pada tahun 1511. Kedatangan Portugis berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi,
Tertnate merasa dirugikan oleh Portugis karena keserakahannya dalam memperoleh
keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada
seluruh rakyat Maluku untuk mengusir Portugis di Maluku. Pada tahun 1570,
rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairun dapat kembali melakukan
perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya oleh Portugis hingga
akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh
Sultan Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir yang kemudian bermukim di
Pulau Timor.
Kolonisasi Spanyol
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Nusantara Zaman_Spanyol
Fernando Magelhans (kadang
juga ditulis Ferdinan) Magelan. Karena tokoh inilah, yang memimpin armada yang
pertama kali mengelilingi dunia dan membuktikan bahwa bumi bulat, saat itu itu
dikenal oleh orang Eropa
bumi datar. Dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Spanyol
bersama bangsa Eropa lain, terutama Portugis,Inggris
dan Belanda.
Dari Spanyol
ke Samudra Pasifik itulah armada Portugis
mengarungi Samudra Pasifik, melewati Tanjung Harapan Afrika,
menuju Selat Malaka.
Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari
rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai
biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum
berlayar melalui samudera.
Pada tanggal 20 September 1519, San Antonio,
Concepción, Victoria, dan Santiago—yang terbesar hingga yang terkecil—mengikuti
kapal induk Magelhaens, Trinidad, kapal terbesar kedua, seraya mereka berlayar
menuju Amerika Selatan. Pada tanggal 13 Desember, mereka mencapai Brasil, dan
sambil menatap Pāo de Açúcar, atau Pegunungan Sugarloaf, yang mengesankan,
mereka memasuki teluk Rio de Janeiro yang indah untuk perbaikan dan mengisi
perbekalan. Kemudian mereka melanjutkan ke selatan ke tempat yang sekarang
adalah Argentina, senantiasa mencari-cari el paso, jalur yang sulit ditemukan
yang menuju ke samudera lain. Sementara itu, udara semakin dingin dan gunung es
mulai tampak. Akhirnya, pada tanggal 31 Maret 1520, Magelhaens memutuskan untuk
melewatkan musim salju di pelabuhan San Julián yang dingin.
Pelayaran tersebut kini telah memakan waktu enam
kali lebih lama daripada pelayaran Columbus mengarungi Samudra Atlantik yang
pertama kali—dan belum terlihat satu selat pun! Semangat juang mereka mulai
sedingin cuaca di San Julián, dan pria-pria, termasuk beberapa kapten serta
perwira, merasa putus asa dan ingin pulang saja. Tidaklah mengherankan bila
terjadi pemberontakan. Namun, berkat tindakan yang cepat dan tegas di pihak
Magelhaens, hal itu digagalkan dan dua pemimpin pemberontak tersebut tewas.
Kehadiran kapal asing di pelabuhan pastilah
menarik perhatian penduduk lokal yang kuat—dan berbadan besar. Merasa seperti
orang kerdil dibandingkan dengan raksasa-raksasa ini, para pengunjung tersebut
menyebut daratan itu Patagonia—dari kata Spanyol yang berarti "kaki
besar"—hingga hari ini. Mereka juga mengamati 'serigala laut sebesar anak
lembu, serta angsa berwarna hitam dan putih yang berenang di bawah air, makan
ikan, dan memiliki paruh seperti gagak'. Tentu saja tidak lain tidak bukan
adalah anjing laut dan pinguin!
Daerah lintang kutub cenderung mengalami badai
yang ganas secara tiba-tiba, dan sebelum musim dingin berakhir, armada itu
mengalami korban pertamnya—Santiago yang kecil. Namun, untunglah para awaknya
dapat diselamatkan dari kapal yang karam itu. Setelah itu, keempat kapal yang
masih bertahan, bagaikan ngengat kecil bersayap yang terpukul di tengah arus
laut yang membeku dan tak kunjung reda, berjuang sekuat tenaga menuju ke
selatan ke perairan yang semakin dingin—hingga tanggal 21 Oktober. Berlayar di
bawah guyuran air hujan yang membeku, semua mata terpaku pada sebuah celah di
sebelah barat. El paso? Ya! Akhirnya, mereka berbalik dan memasuki selat yang
belakangan dikenal sebagai Selat Magelhaens! Namun, bahkan momen kemenangan ini
ternoda. San Antonio dengan sengaja menghilang di tengah jaringan rumit selat
itu dan kembali ke Spanyol.
Ketiga kapal yang masih bertahan, diimpit oleh
teluk yang sempit di antara tebing-tebing berselimut salju, dengan gigih
berlayar melewati selat yang berkelok-kelok itu. Merek mengamati begitu
banyaknya api di sebelah selatan, kemungkinan dari perkemahan orang Indian,
jadi mereka menyebut daratan itu Tierra del Fuego, “Tanah Api”.
Tiba di Pilipina Magelhaens mengajak banyak
penduduk lokal dan penguasa mereka pada agama Katolik. Tetapi semangatnya juga
menjadi kebinasaannya. Ia menjadi terlibat dalam pertikaian antarsuku dan,
dengan hanya 60 pria, menyerang sekitar 1.500 penduduk pribumi, dengan
keyakinan bahwa senapan busur, senapan kuno, dan Allah akan menjamin
kemenangannya. Sebaliknya, ia dan sejumlah bawahannya tewas. Magelhaens berusia
sekitar 41 tahun. Pigafetta yang setia meratap, 'Mereka membunuh cerminan,
penerang, penghibur, dan penuntun sejati kita'. Beberapa hari kemudian, sekitar
27 perwira yang hanya menyaksikan dari kapal mereka, dibunuh oleh para kepala
suku yang sebelumnya bersahabat.
Karena sekarang jumlah awak pelayaran itu tinggal sedikit, tidak mungkin untuk berlayar dengan tiga kapal, jadi mereka menenggelamkan Concepción dan berlayar dengan dua kapal yang masih tinggal ke tujuan terakhir mereka, Kepulauan Rempah. Kemudian, setelah mengisi muatan dengan rempah-rempah, kedua kapal itu berpisah. Akan tetapi, awak kapal Trinidad ditangkap oleh Portugal dan dipenjarakan.
Namun, Victoria, di bawah komando mantan
pemberontak Juan Sebastián de Elcano, luput. Sambil menghindari semua pelabuhan
kecuali satu, mereka mengambil risiko melewati rute Portugal mengelilingi
Tanjung Harapan. Namun, tanpa berhenti untuk mengisi perbekalan merupakan
strategi yang mahal. Sewaktu mereka akhirnya mencapai Spanyol pada tanggal 6
September 1522—tiga tahun sejak keberangkatan mereka—hanya 18 pria yang sakit
dan tidak berdaya yang bertahan hidup. Meskipun demikian, tidak dapat dibantah
bahwa merekalah orang pertama yang berlayar mengelilingi bumi. Juan Sebastián
de Elcano pun menjadi pahlawan. Sungguh suatu hal yang menakjubkan, muatan
rempah Victoria seberat 26 ton menutup ongkos seluruh ekspedisi!
Ketika satu kapal yang selamat, Victoria, kembali
ke pelabuhan setelah menyelesaikan perjalanan mengelilingi dunia yang pertama
kali, hanya 18 orang laki-laki dari 237 laki-laki yang berada di kapal pada
awal keberangkatan. Di antara yang selamat, terdapat dua orang Itali, Antonio
Pigafetta dan Martino de Judicibus. Martino de Judicibus (bahasa Spanyol:
Martín de Judicibus) adalan orang dari Genoa[1] yang bertindak sebagai Kepala
Pelayan. Ia bekerja dengan Ferdinand Magellan pada perjalanan historisnya untuk
menemukan rute barat ke Kepulauan Rempah-rempah Indonesia. [2] Sejarah
perjalanannya diabadikan dalam pendaftaran nominatif pada Archivo General de Indias
di Seville, Spanyol. Nama keluarga ini disebut dengan patronimik Latin yang
tepat, yakni: "de Judicibus". Pada awalnya ia ditugaskan pada Caravel
Concepción, satu dari lima armada Spanyol milik Magellan. Martino de Judicibus
memulai ekspedisi ini dengan gelar kapten. (baca selengkapnya dalam buku
"Sejarah Kolonial Spanyol di Indonesia" oleh David DS Lumoindong.
Sebelum menguasai kepulauan Filipina pada 1543, Spanyol menjadikan pulau Manado Tua sebagai tempat persinggahan untuk memperoleh air tawar. Dari pulau tersebut kapal-kapal Spanyol memasuki daratan Sulawesi-Utara melalui sungai Tondano. Hubungan musafir Spanyol dengan penduduk pedalaman terjalin melalui barter ekonomi bermula di Uwuran (sekarang kota Amurang) ditepi sungai Rano I Apo. Perdagangan barter berupa beras, damar, madu dan hasil hutan lainnya dengan ikan dan garam.
Gudang Kopi Manado dan Minahasa menjadi penting
bagi Spanyol, karena kesuburan tanahnya dan digunakan Spanyol untuk penanaman
kofi yang berasal dari Amerika-Selatan untuk dipasarkan ke daratan Cina. Untuk
itu di- bangun Manado sebagai menjadi pusat niaga bagi pedagang Cina yang
memasarkan kofi kedaratan Cina. Nama Manado dicantumkan dalam peta dunia oleh
ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541. Manado juga menjadi daya tarik
masyarakat Cina oleh kofi sebagai komoditi ekspor masyarakat pedalaman Manado
dan Minahasa. Para pedagang Cina merintis pengembangan gudang kofi (kini
seputar Pasar 45) yang kemudian menjadi daerah pecinan dan pemukiman. Para
pendatang dari daratan Cina berbaur dan berasimilasi dengan masyarakat
pedalaman hingga terbentuk masyarakat pluralistik di Manado dan Minahasa
bersama turunan Spanyol, Portugis dan Belanda.
Kemunculan nama Manado di Sulawesi Utara dengan
berbagai kegiatan niaga yang dilakukan Spanyol menjadi daya tarik Portugis
sejak memapankan posisinya di Ternate . Untuk itu Portugis melakukan pendekatan
mengirim misi Katholik ke tanah Manado dan Minahasa pada 1563 dan mengembangkan
agama dan pendidikan Katholik. Lomba Adu Pengaruh di Laut Sulawesi
Antara Minahasa dengan Ternate ada dua pulau
kecil bernama Mayu dan Tafure. Kemudian kedua pulau tadi dijadikan pelabuhan
transit oleh pelaut Minahasa. Waktu itu terjadi persaingan Portugis dan Spanyol
dimana Spanyol merebut kedua pulau tersebut. Pandey asal Tombulu yang menjadi
raja di pulau itu lari dengan armada perahunya kembali ke Minahasa, tapi karena
musim angin barat lalu terdampar di Gorontalo. Anak lelaki Pandey bernama
Potangka melanjutkan perjalanan dan tiba di Ratahan. Di Ratahan, dia diangkat menjadi
panglima perang karena dia ahli menembak meriam dan senapan Portugis untuk
melawan penyerang dari Mongondouw di wilayah itu. Tahun 1563 diwilayah Ratahan
dikenal orang Ternate dengan nama “Watasina” karena ketika diserang armada
Kora-kora Ternate untuk menhalau Spanyol dari wilayah itu (buku “De Katholieken
en hare Missie” tulisan A.J. Van Aernsbergen). Tahun 1570 Portugis dan Spanyol
bersekongkol membunuh raja Ternate sehinga membuat keributan besar di Ternate.
Ketika itu banyak pedagang Islam Ternate dan Tidore lari ke Ratahan. Serangan
bajak laut meningkat di Ratahan melalui Bentenan, bajak laut menggunakan
budak-budak sebagai pendayung. Para budak tawanan bajak laut lari ke Ratahan
ketika malam hari armada perahu bajak laut dirusak prajurit Ratahan – Pasan.
Kesimpulan sementara yang dapat kita ambil dari kumpulan cerita ini adalah
Penduduk asli wilayah ini adalah Touwuntu di wilayah dataran rendah sampai tepi
pantai Toulumawak di pegunungan, mereka adalah keturunan Opok Soputan abad
ke-tujuh. Nama Opo' Soputan ini muncul lagi sebagai kepala walak wilayah itu
abad 16 dengan kepala walak kakak beradik Raliu dan Potangkuman. Penduduk
wilayah ini abad 16 berasal dari penduduk asli dan para pendatang dari Tombulu,
Tompakewa (Tontemboan), Tonsea, Ternate dan tawanan bajak laut mungkin dari
Sangihe.
Perjuangan Minahasa Melawan Spanyol
Ratu Oki berkisar di tahun 1644 sampai 1683.
Waktu itu, terjadi perang yang hebat antara anak suku Tombatu (juga biasa
disebut Toundanow atau Tonsawang) dengan para orang-orang Spanyol. Perang itu
dipicu oleh ketidaksenangan anak suku Tombatu terhadap orang-orang Spanyol yang
ingin menguasai perdagangan terutama terhadap komoditi beras, yang kala itu
merupakan hasil bumi andalan warga Kali. Di samping itu kemarahan juga
diakibatkan oleh kejahatan orang-orang Spanyol terhadap warga setempat,
terutama kepada para perempuannya. Perang itu telah mengakibatkan tewasnya 40
tentara Spanyol di Kali dan Batu (lokasi Batu Lesung sekarang – red). Naasnya,
di pihak anak suku Tombatu, telah mengakibatkan tewasnya Panglima Monde bersama
9 orang tentaranya. Panglima Monde tidak lain adalah suaminya Ratu Oki. Menurut
yang dikisahkan dalam makalah itu, Panglima Monde tewas setelah mati-matian
membela istrinya, Ratu Oki.Menurut P.A. Gosal, dkk., dalam masa kekuasaan Ratu
Oki, anak suku Toundanow (sebutan lain untuk anak suku Tombatu atau Tonsawang)
yang mendiami sekitar danau Bulilin hidup sejahtera, aman dan tenteram. “Atas
kebijaksanaan dan kearifannya memimpin anak suku Toudanow maka Ratu Oki
disahkan juga sebagai Tonaas atau Balian. Selama kepemimpinnan Ratu Oki,
Spanyol dan Belanda tidak pernah menguasai atau menjajah anak Toundanow,”
Perang Minahasa lawan Spanyol
Para pelaut awak kapal Spanyol berdiam di
Minahasa dan bahkan membaur dengan masyarakat. Mereka menikah dengan
wanita-wanita Minahasa, sehingga keturunan mereka menjadi bersaudara dengan
warga pribumi.
Tahun 1643 pecah perang Minaesa Serikat melawan
kerajaan Spanyol. dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan spanyol dibantu
pasukan Raja Loloda Mokoagouw II dipukul kalah, mundur oleh gabungan pasukan
serikat Minaesa, dikejar hingga dipantai tapi
Tahun 1694 dalam suatu peperangan di Tompaso,
pasukan Raja Loloda Mokoagouw II dipukul kalah, mundur oleh gabungan pasukan
serikat Minahasa, dikejar hingga ke pantai tapi dicegah dan ditengahi oleh
Residen V.O.C. Herman Jansz Steynkuler. Pada tahun 1694 bulan September tanggal
21, diadakanlah kesepakatan damai, dan ditetapkan perbatasan Minahasa adalah
sungai Poigar. Pasukan Serikat Minaesa yang berasal dari Tompaso menduduki
Tompaso Baru, Rumoong menetap di Rumoong Bawah, Kawangkoan mendiami Kawangkoan
bawah, dan lain sebagainya.
Pada pasa pemerintahan kolonial Belanda maka daerah ini semula masih otonom tetapi lama kelamaan kelamaan kekuasaan para raja dikurangi dengan diangkatnya raja menjadi pejabat pemerintahan Belanda, sehingga raja tinggal menjadi pejabat wilayah setingkat 'camat'.
Tahun 1521 Spanyol Mulai Masuk perairan Indonesia
Awak kapal Trinidad yang ditangkap oleh Portugal
dan dipenjarakan kemudian dengan bantuan pelaut Minahasa dan Babontewu dari
kerajaan Manado mereka dapat meloloskan diri. Ke 12 pelaut ini kemudian berdiam
dipedalaman Minahasa, ke Amurang terus ke Pontak, kemudian setelah beberapa
tahun mereka dapat melakukan kontak kembali dengan armada Spanyol yang telah
kembali ke Pilipina. 1522 Spanyol memulai kolonisasi di Sulawesi Utara 1560
Spanyol mendirikan pos di Manado
Minahasa memegang peranan sebagai lumbung beras
bagi Spanyol ketika melakukan usaha penguasaan total terhadap Filipina.
Pada tahun 1550 Spanyol telah mendirikan benteng
di Wenang dengan cara menipu Kepala Walak Lolong Lasut menggunakan kulit sapi
dari Benggala India yang dibawa Portugis ke Minahasa. Tanah seluas kulit sapi
yang dimaksud spanyol adalah tanah seluas tali yang dibuat dari kulit sapi itu.
Spanyol kemudian menggunakan orang Mongodouw untuk menduduki benteng Portugis
di Amurang pada tahun 1550-an sehingga akhirnya Spanyol dapat menduduki
Minahasa. Dan Dotu Kepala Walak (Kepala Negara) Lolong Lasut punya anak buah
Tonaas Wuri' Muda.
Nama Kema dikaitkan dengan pembangunan pangkalan
militer Spanyol ketika
Bartholomeo de Soisa mendarat pada 1651 dan
mendirikan pelabuhan di daerah yang disebutnya ‘La Quimas.’ Penduduk setempat
mengenal daerah ini dengan nama ‘Maadon’ atau juga ‘Kawuudan.’ Letak benteng
Spanyol berada di muara sungai Kema, yang disebut oleh Belanda,
"Spanyaardsgat, " atau Liang Spanyol.
Dr. J.G.F. Riedel menyebutkan bahwa armada
Spanyol sudah mendarat di Kema tepat 100 tahun sebelumnya.Kema berkembang
sebagai ibu negeri Pakasaan Tonsea sejak era pemerintahan Xaverius Dotulong,
setelah taranak-taranak Tonsea mulai meninggalkan negeri tua, yakni Tonsea Ure
dan mendirikan perkampungan- perkampungan baru. Surat Xaverius Dotulong pada 3
Februrari 1770 kepada Gubernur VOC di Ternate mengungkapkan bahwa ayahnya, I.
Runtukahu Lumanauw tinggal di Kema dan merintis pembangunan kota ini. Hal ini
diperkuat oleh para Ukung di Manado yang mengklaim sebagai turunan dotu Bogi,
putera sulung dari beberapa dotu bersaudara seperti juga dikemukakan Gubernur
Ternate dalam surat balasannya kepada Xaverius Dotulong pada 1 November 1772.
Asal nama Kema
Misionaris Belanda, Domine Jacobus Montanus dalam
surat laporan perjalanannya pada 17 November 1675, menyebutkan bahwa nama Kema,
yang mengacu pada istilah Spanyol, adalah nama pegunungan yang membentang dari
Utara ke Selatan. Ia menulis bahwa kata ‘Kima’ berasal dari bahasa Minahasa
yang artinya Keong. Sedangkan pengertian ‘Kema’ yang berasal dari kata Spanyol,
‘Quema’ yaitu, nyala, atau juga menyalakan. Pengertian itu dikaitkan dengan
perbuatan pelaut Spanyol sering membuat onar membakar daerah itu. Gubernur
Robertus Padtbrugge dalam memori serah terima pada 31 Agustus 1682 menyebutkan
tempat ini dengan sebutan "Kemas of grote Oesterbergen, " artinya
adalah gunung-gunung besar
menyerupai Kerang besar. Sedangkan dalam kata
Tonsea disebut ‘Tonseka,’ karena berada di wilayah Pakasaan Tonsea.
Hendrik Berton dalam memori 3 Agustus 1767,
melukiskan Kema selain sebagai pelabuhan untuk musim angin Barat, juga menjadi
ibu negeri Tonsea. Hal ini terjadi akibat pertentangan antara Manado dengan
Kema oleh sengketa sarang burung di pulau Lembeh. Pihak ukung-ukung di Manado
menuntut hak sama dalam bagi hasil dengan ukung-ukung Kema. Waktu itu Ukung Tua
Kema adalah Xaverius Dotulong.
Portugis dan Spanyol merupakan tumpuan kekuatan
gereja Katholik Roma memperluas wilayah yang dilakukan kesultanan Ottoman di
Mediterania pada abad ke-XV. Selain itu Portugis dan Spanyol juga tempat
pengungsian pengusaha dan tenaga-tenaga terampil asal Konstantinopel ketika
dikuasai kesultanan Ottoman dari Turki pada 1453. Pemukiman tersebut
menyertakan alih pengetahuan ekonomi dan maritim di Eropa Selatan. Sejak itupun
Portugis dan Spanyol menjadi adikuasa di Eropa. Alih pengetahuan diperoleh dari
pendatang asal Konstantinopel yang memungkinkan bagi kedua negeri Hispanik itu
melakukan perluasan wilayah-wilayah baru diluar daratan Eropa dan Mediterania.
Sasaran utama adalah Asia-Timur dan Asia-Tenggara. Mulanya perluasan wilayah
antara kedua negeri terbagi dalam perjanjian Tordisalles, tahun 1492. Portugis
kearah Timur sedangkan Spanyol ke Barat. Masa itu belum ada gambaran bahwa bumi
itu bulat. Baru disadari ketika kapal-kapal layar kedua belah pihak bertemu di
perairan Laut Sulawesi. Kenyataan ini juga menjadi penyebab terjadi proses reformasi
gereja, karena tidak semua yang menjadi "fatwa" gereja adalah
Undang-Undang, hingga citra kekuasaan Paus sebagai penguasa dan wakil Tuhan di
bumi dan sistem pemerintahan absolut theokratis ambruk. Keruntuhan ini terjadi
dengan munculnya gereja Protestan rintisan Martin Luther dan Calvin di Eropa
yang kemudian menyebar pula ke berbagai koloni Eropa di Asia, Afrika dan
Amerika.
Dari kesepakatan Tordisalles itu, Portugis
menelusuri dari pesisir pantai Afrika dan samudera Hindia. Sedangkan Spanyol
menelusuri Samudera Atlantik, benua Amerika Selatan dan melayari samudera
Pasifik. Pertemuan terjadi ketika kapal-kapal Spanyol pimpinan Ferdinand
Maggelan menelusuri Pasifik dan tiba di pulau Kawio, gugusan kepulauan Sangir
dan Talaud di Laut Sulawesi pada 1521. Untuk mencegah persaingan di perairan
Laut Sulawesi dan Maluku Utara, kedua belah pihak memperbarui jalur lintas
melalui perjanjian Saragosa pada tahun 1529. Perjanjian tersebut membagi
wilayah dengan melakukan batas garis tujuhbelas derajat lintang timur di
perairan Maluku Utara. Namun dalam perjanjian tersebut,
Spanyol merasa dirugikan karena tidak meraih
lintas niaga dengan gugusan kepulauan penghasil rempah-rempah. Untuk itu
mengirimkan ekspedisi menuju Pasifik Barat pada 1542. Pada bulan Februari tahun
itu lima kapal Spanyol dengan 370 awak kapal pimpinan Ruy Lopez de Villalobos
menuju gugusan Pasifik Barat dari Mexico . Tujuannya untuk melakukan perluasan
wilayah dan sekaligus memperoleh konsesi perdagangan rempah-rempah di Maluku
Utara.
Dari pelayaran ini Villalobos mendarat digugusan
kepulauan Utara disebut Filipina, di ambil dari nama putera Raja Carlos V,
yakni Pangeran Philip, ahli waris kerajaan Spanyol. Sekalipun Filipina tidak
menghasilkan rempah-rempah, tetapi kedatangan Spanyol digugusan kepulauan
tersebut menimbulkan protes keras dari Portugis. Alasannya karena gugusan
kepulauan itu berada di bagian Barat, di lingkungan wilayahnya. Walau
mengkonsentrasikan perhatiannya di Amerika-Tengah, Spanyol tetap menghendaki
konsesi niaga rempah-rempah Maluku-Utara yang juga ingin didominasi Portugis.
Tetapi Spanyol terdesak oleh Portugis hingga harus mundur ke Filipina.
Akibatnya Spanyol kehilangan pengaruh di Sulawesi Utara yang sebelumnya menjadi
kantong ekonomi dan menjalin hubungan dengan masyarakat Minahasa.
Pengenalan kuliler asal Spanyol di Minahasa
Peperangan di Filipina Selatan turut memengaruhi
perekonomian Spanyol. Penyebab utama kekalahan Spanyol juga akibat aksi
pemberontakan pendayung yang melayani kapal-kapal Spanyol. Sistem perkapalan Spanyol
bertumpu pada pendayung yang umumnya terdiri dari budak-budak Spanyol. Biasanya
kapal Spanyol dilayani sekitar 500 - 600 pendayung yang umumnya diambil dari
penduduk wilayah yang dikuasai Spanyol. Umumnya pemberontakan para pendayung
terjadi bila ransum makanan menipis dan terlalu dibatasi dalam pelayaran
panjang, untuk mengatasinya Spanyol menyebarkan penanaman palawija termasuk
aneka ragam cabai (rica), jahe (goraka), kunyit dll.
Kesemuanya di tanam pada setiap wilayah yang
dikuasai untuk persediaan logistik makanan awak kapal dan ratusan pendayung.
Sejak itu budaya makan "pidis" yang di
ramu dengan berbagai bumbu masak yang diperkenalkan pelaut Spanyol menyebar
pesat dan menjadi kegemaran masyarakat Minahasa.
Ada pula yang menarik dari peninggalan kuliler
Spanyol, yakni budaya Panada. Kue ini juga asal dari penduduk Amerika-Latin
yang di bawa oleh Spanyol melalui lintasan Pasifik. Bedanya, adonan panada, di
isi dengan daging sapi ataupun domba, sedangkan panada khas Minahasa di isi
dengan ikan.
Kota Kema merupakan pemukiman orang Spanyol,
dimulai dari kalangan "pendayung" yang menetap dan tidak ingin
kembali ke negeri leluhur mereka. Mereka menikahi perempuan-perempuan penduduk
setempat dan hidup turun-temurun. Kema kemudian juga dikenal para musafir
Jerman, Belanda dan Inggris. Mereka ini pun berbaur dan berasimilasi dengan
penduduk setempat, sehingga di Kema terbentuk masyarakat pluralistik dan
memperkaya Minahasa dengan budaya majemuk dan hidup berdampingan harmonis.
Itulah sebabnya hingga masyarakat Minahasa tidak canggung dan mudah bergaul
menghadapi orang-orang Barat.
Pergerakan Mengusir Penjajahan lawan Spanyol
Minahasa juga pernah berperang dengan Spanyol
yang dimulai tahun 1617 dan berakhir tahun 1645. Perang ini dipicu oleh
ketidakadilan Spanyol terhadap orang-orang Minahasa, terutama dalam hal
perdagangan beras, sebagai komoditi utama waktu itu. Perang terbuka terjadi
nanti pada tahun 1644-1646. Akhir dari perang itu adalah kekalahan total
Spanyol, sehingga berhasil diusir oleh para waranei (ksatria-ksatria Minahasa).
Dampak Spanyol Bagi Ekonomi Indonesia Utara
Diplomasi para pemimpin pemerintahan Walak
mendekati Belanda berhasil mengusir Spanyol dari Minahasa. Namun konsekwensi
yang harus dialami adalah rintisan jalur niaga laut di Pasifik hasil rintisan
Spanyol sejak abad ke-17 terhenti dan memengaruhi perekonomian Sulawesi Utara.
Sebab jalur niaga ini sangat bermanfaat bagi penyebaran komoditi eskpor ke
Pasifik. Sejak itupun pelabuhan Manado menjadi sepi dan tidak berkembang yang
turut memengaruhi pengembangan kawasan Indonesia bagian Timur hingga Pasifik
Barat Daya. Dilain pihak, pelabuhan Manado hanya menjadi persinggahan jalur
niaga dari Selatan (berpusat di Surabaya, Tanjung Priok yang dibangun oleh
Belanda sejak abad ke-XVIII) ke Asia-Timur melalui lintasan Selat Makassar.
Itupun hanya digunakan musiman saat laut Cina Selatan tidak di landa gelombang
ganas bagi kapal-kapal. Sedangkan semua jalur niaga Asia-Timur dipusatkan
melalui Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia, Tanjung Harapan
Atlantik-Utara yang merupakan pusat perdagangan dunia.
Sebagai akibatnya kegiatan hubungan ekonomi
diseputar Laut Sulawesi secara langsung dengan dunia luar praktis terlantar.
Karena penyaluran semua komoditi diseluruh gugusan nusantara melulu diatur oleh
Batavia yang mengendalikan semua jaringan tata-niaga dibawah kebijakan satu
pintu. Penekanan ini membawa derita berkepanjangan bagi kegiatan usaha penduduk
pedalaman Minahasa.
[sunting] Garis waktu kolonialisasi
[sunting] Kolonialisasi Spanyol
- 1521 Spanyol memulai petualangannya di Sulawesi Utara
- 1560 Spanyol mendirikan pos di Manado.
- 1617 Gerakan perlawanan rakyat Minahasa di Sulawesi Utara untuk mengusir kolonial Spanyol.
- 1646 Spanyol di usir dari Minahasa dan Sulawesi Utara. Tahun selanjutnya Spanyol masih mencoba memengaruhi kerajaan sekitar untuk merebut kembali minahasa tapi gagal, terakhir dengan mendukung Bolaang Mongondow yang berakhir tahun 1692.
Kolonialisasi Portugis
- 1509 Portugis tiba pertama kali di Melaka.
- 1511 April, Admiral Portugis Alfonso de Albuquerque memutuskan berlayar dari Goa ke Melaka.
- 10 Agustus, Pasukan Albuquerque menguasai Melaka.
- Sultan Melaka melarikan diri ke Riau.
- Portugis di Melaka menghancurkan armada Jawa. Kapal mereka karam dengan seluruh hartanya dalam perjalanan kembali ke Goa.
- Patih Unus menaklukkan Jepara
- Desember, Albuquerque mengirim tiga kapal di bawah Antonio de Abreu dari Melaka untuk menjelajah ke arah Timur.
- 1512 Perjalanan ekspedisi De Abreu dari Melaka menuju Madura, Bali, Lombok, Aru dan Banda.
- Dua kapal rusak di Banda. Da Breu kembali ke Melaka; Francisco Serrão memperbaiki kapal dan melanjutkan menuju ke Ambon, Ternate, dan Tidore. Serrão menawarkan dukungan bagi Ternate dalam perselisihannya dengan Tidore, pasukannya mendirikan sebuah pos Portugis di Ternate.
- 1513 Pasukan dari Jepara dan Palembang menyerang Portugis di Melaka, tetapi berhasil dipukul mundur. Maret, Portugis mengirim seorang duta menemui Raja Sunda di Pajajaran. Portugis diizinkan untuk membangun sebuah benteng di Sunda Kelapa (sekarang Jakarta).
- Portugis menghubungi Raja Udara, anak dari Girindrawardhana dan penguasa bekas kerajaan Majapahit
- Portugis membangun pabrik-pabrik di Ternate dan Bacan.
- Udara menyerang Demak dengan bantuan dari Raja Klungkung dari Bali. Pasukan Majapahit dipukul mundur, tapi Sunan Ngudung tewas dalam pertempuran. Banyak pendukung Majapahit melarikan diri ke Bali.
- 1514
- Ali Mughayat Syah mendirikan Kesultanan Aceh, dan menjadi Sultan Aceh pertama.
- 1515
- Portugis pertama kali tiba di Timor.
- 1518
- Sultan Mahmud dari Melaka mengambil alih kekuasaan di Johore.
- Raden Patah meninggal dunia; Patih Unus menjadi Sultan Demak.
- 1520
- Aceh mulai menguasai pantai timur laut Sumatra.
- Rakyat Bali menyerang Lombok.
- Para pedagang Portugis mulai mengunjungi Flores dan Solor.
- Banjar di Kalimantan menjadi Islam.
- 1521
- Unus memimpin armada dari Demak dan Cirebon melawan orang-orang Portugis di Melaka. Unus terbunuh dalam pertempuran. Trenggono menjadi Sultan Demak.
- Portugis merebut Pasai di Sumatra;
- Gunungjati (dari Cirebon) meninggalkan Pasai berangkat ke Mekkah.
- Kapal terakhir dari ekspedisi Magelhaenz mengeliling dunia berlayar antarapulau Lembata dan Pantar di Nusa Tenggara.
- 1522
- Februari ekspedisi Portugis di bawah De Brito tiba di Banda.
- Mei, ekspedisi De Brito tiba di Ternate, membangung sebuah benteng Portugis.
- Kerajaan Sunda, yang masih beragama Hindu, meminta bantuan Portugis untuk menghadapi kemungkinan serangan Demak yang Muslim. Kontrak kerjasama ditandatangani dan sebuah padrao didirikan di Sunda Kalapa
- Sisa-sisa ekspedisi Magelhaenz berkeliling dunia mengunjungi Timor.
- Portugis membangun benteng di Hitu, Ambon.
- 1523
- Gunungjati kembali dari Mekkah, kembali ke Cirebon, dan menetap di Demak, menikahi saudara perempuan Sultan Trenggono.
- 1524
- Gunungjati dari Cirebon dan anaknya Hasanuddin (di Banten) melakukan dakwah secara terbuka dan rahasia di Jawa Barat untuk memperlemah Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran dan persekutuannya dengan Portugis. Pemerintah lokal di Banten, yang tadinya tergantung pada Pajajaran, masuk Islam dan bergabung dengan pihak Cirebon dan Demak.
- Aceh merebut Pasai dan Pedir di Sumatra utara.
- 1525
- Hasanuddin (dari Banten}, anak dari Gunungjati (dari Cirebon), melakukan dakwah di Lampung.
- 1526
- Portugis membangun benteng pertama di Timor.
- 1527
- Demak menaklukkan Kediri, sisa-sisa Hindu dari kerajaan Majapahit; Sultan-sultan Demak mengklaim sebagai pengganti Majapahit; Sunan Kudus ikut serta.
- Demark merebut Tuban.
- Cirebon, dibantu Demak, menduduki Sunda Kelapa, pelabuhan Kerajaan Sunda. Fatahilah mengganti namanya menjadi Jayakarta. (Sukses ini dikatakan berkat pimpinan "Fatahillah"—atau, sesuai dengan kekeliruan ucapan Portugis, "Falatehan"—namun mungkin ini adalah nama yang diberikan kepada Sunan Gunungjati dari Cirebon.) Para penjaga keamanan pelabuhan Kerajaan Sunda didorong mundur meninggalkan daerah pesisir. Dengan demikian pembangunan gudang atau benteng sesuai perjanjian dagang antara Portugis dengan Kerajaan Sunda batal terwujud.
- Kerajaan Palakaran di Madura, yang berbasis di Arosbaya (kini Bangkalan), menjadi Islam di bawah Kyai Pratanu.
- Ekspedisi dari Spanyol dan Meksiko berusaha mengusir Portugis dari Maluku.
- 1529
- Demak menaklukkan Madiun.
- Raja-raja Spanyol dan Portugal sepakat bahwa Maluku harus menjadi milik Portugal, dan Filipina menjadi milik Spanyol.
- 1530
- Salahuddin menjadi Sultan Aceh.
- Surabaya dan Pasuruan takluk kepada Demak. Demak merebut Balambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur Jawa.
- Gowa mulai meluas dari dari Makassar.
- Banten memperluas pengaruhnya atas Lampung.
- 1536
- Serangan besar Portugis terhadap Johore.
- Antonio da Galvão menjadi gubernur di pos Portugis di Ternate; mendirikan pos Portugis di Ambon.
- Portugis membawa Sultan Tabariji dari Ternate ke Goa karena mencurigainya melakukan kegiatan-kegiatan anti Portugis activity, menggantikannya dengan saudara-saudaranya.
- 1537
- Serangan Aceh atas Melaka gagal. Salahuddin dari Aceh digantikan oleh Alaudin Riayat Syah I.
- 1539
- Aceh menyerang suku Batak di selatan mereka.
- 1540
- Portugis berhubungan dengan Gowa.
- Kesultanan Butung didirikan.
- 1545
- Demak menaklukkan Malang.Gowa membangun benteng di Ujung Pandang.
- 1546
- Demak menyerang Balambangan namun gagal.
- Trenggono dari Demak meninggal dan digantikan oleh Prawata. Menantunya, Joko Tingkir memperluas pengaruhnya dari Pajang (dekat Sukoharjo sekarang).
- St. Fransiskus Xaverius pergi ke Morotai, Ambon, dan Ternate.
- 1547
- Aceh menyerang Melaka.
- 1550
- Portugis mulai membangun benteng-benteng di Flores.
- 1551
- Johore menyerang Portugis Melaka dengan bantuan dari Jepara.
- Pasukan-pasukan dari Ternate menguasai Kesultanan Jailolo di Halmahera dengan bantuan Portugis.
- 1552
- Hasanuddin memisahkan diri dari Demak dan mendirikan Kesultanan Banten, lalu merebut Lampung untuk Kesultanan yang baru.
- Aceh mengirim duta ke Sultan Ottoman di Istanbul.
- 1558
- Leiliato memimpin suatu pasukan dari Ternate untuk menyerang Portugis di Hitu.
- Portugis membangun benteng di Bacan.
- Ki Ageng Pemanahan menerima distrik Mataram dari Joko Tinggir, memerintah di Pajang.
- Wabah cacar di Ternate.
- 1559
- Para misionaris Portugis mendarat di Timor. Khairun menjadi Sultan Ternate.
- 1560
- Portugis mendirikan pos misi dan perdagangan di Panarukan, di ujung timur Jawa.
- Spanyol mendirikan pos di Manado.
- 1561
- Sultan Prawata dari Demak meninggal dunia.
- Misi Dominikan Portugis didirikan di Solor.
- 1564
- Wabah cacar di Ambon.
- 1565
- Aceh menyerang Johore.
- Kutai di Kalimantan menjadi Islam.
- 1566
- Misi Dominikan Portugis di Solor membangun sebuah benteng batu.
- 1568
- Serangan yang gagal oleh Aceh di Melaka Portugis.
- 1569
- Portugis membangun benteng kayu di pulau Ambon.
- 1570
- Aceh menyerang Johore lagi, namun gagal.
- Sultan Khairun dari Ternate menandatangani sebuah perjanjian damai dengan Portugis, tetapi esok harinya ternyata ia diracuni. Agen-agen Portugis dicurigai melakukannya. Babullah menjadi Sultan (hingga * 1583), dan bersumpah untuk mengusir Portugis keluar dari benteng-benteng mereka.
- Maulana Yusup menjadi Sultan Banten.
- 1571
- Alaudin Riayet Shah meninggal, kekacauan di Aceh hingga 1607.
- 1574
- Jepara memimpin serangan yang gagal di Melaka.
- 1575
- Sultan Babullah mengusir Portugis dari Ternate. Karena itu Portugis membangun sebuah benteng di Tidore.
- 1576
- Portugis membangun benteng di kota Ambon sekarang.
- 1577
- Ki Ageng Pemanahan mendirikan Kota Gede (dekat Yogyakarta sekarang).
- 1579
- Banten menyerang dan meluluhlantakkan Pajajaran merebut sisa-sisa Kerajaan Sunda, dan menjadikannya Islam. Raja Sunda terakhir yang enggan memeluk Islam, yaitu Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana, meninggalkan ibukota Kerajaan Sunda tersebut dan meninggal dalam pelarian di daerah Banten.
- November, Sir Francis Drake dari Britania, setelah menyerang kapal dan pelabuhan Spanyol di Amerika, tiba di Ternate. Sultan Babullah, yang juga membenci orang-orang Spanyol, mengadakan perjanjian persahabatan dengan Britania.
- 1580
- Maulana Muhammad menjadi Sultan Banten.
- Portugal jatuh ke tangan kerajaan Spanyol; usaha-usaha kolonial Portugis tidak dipedulikan.
- Drake mengunjungi Sulawesi dan Jawa, dalam perjalanan pulang ke Britania.
- Ternate menguasai Butung.
- 1581
- Sekitar saat ini, Kyai Ageng Pemanahan mengambil alih distrik Mataram (yang telah dijanjikan kepadanya oleh Joko Tingkir, yang menundanya hingga Sunan Kalijaga dari Wali Songo mendesaknya), mengubah namanya menjadi Kyai Gedhe Mataram.
- 1584
- Sutawijaya menggantikan ayahnya Kyai Gedhe Mataram sebagai pemerintah lokal dari Mataram, memerintah dari Kota Gede.
- 1585
- Sultan Aceh mengirim surat kepada Elizabeth I dari Britania.
- Kapal Portugis yang dikirim untuk membangun sebuah benteng dan misi di Bali karam tepat di lepas pantai.
- 1587
- Sutawijaya mengalahkan Pajang dan Joko Tingkir meninggal; garis keturunan beralih kepada Sutawijaya. Gunung Merapi meletus.
- Portugis di Melaka menyerang Johore.
- Portugis menandatangani perjanjian perdamaian dengan Sultan Aceh.
- Sir Thomas Cavendish dari Britania mengunjungi Jawa.
- 1588
- Sutawijaya mengganti namanya menjadi Senopati; merebut Pajang dan Demak.
- 1590
- Desa asli Medan didirikan.
- 1591
- Senopati merebut Madiun, lalu Kediri.
- Sir James Lancaster dari Britania tiba di Aceh dan Penang, tetapi misinya gagal.
- Ternate menyerang Portugis di Ambon.
- 1593
- Ternate mengepung Portugis di Ambon kembali.
- 1595
- 2 April, ekspedisi Belanda di bawah De Houtman berangkat ke Hindia Belanda.
- Suriansyah menjadikan Banjar di Kalimantan sebuah Kesultanan (belakangan Banjarmasin).
- Portugis membangun benteng di Ende, Flores.
Kolonisasi VOC
Mulai tahun 1602 Belanda
secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia,
dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah
menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah Timor Portugis,
yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi
menjadi provinsi Indonesia bernama Timor Timur.
Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, kecuali untuk suatu masa
pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania
setelah Perang Jawa Britania-Belanda dan masa
penjajahan Jepang
pada masa Perang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia,
Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu kekuasaan
kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang
adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah
Belanda mendekati kebangkrutannya.
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya
terhadap perdagangan
rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan
ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah,
dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para
penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda
terus menjual biji pala
kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir
seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan
pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa
pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin
Mataram
dan Banten.
Kolonisasi pemerintah Belanda
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era
Belanda
Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18
dan setelah kekuasaan Britania yang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda
mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan
di Jawa berhasil ditumpas dalam Perang Diponegoro
pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa
yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda
mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil
perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman
itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang besar
kepada para pelaksananya - baik yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem
tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih
bebas setelah 1870.
Pada 1901
pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Politik Etis
(bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih
besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi,
dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah
Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang
Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat
ini.
Gerakan nasionalisme
Pada 1905
gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan kemudian
diikuti pada tahun 1908 oleh
gerakan nasionalis berikutnya, Budi Utomo. Belanda merespon hal tersebut
setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin
nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan
pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari
mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang
pertama, Soekarno.
Perang Dunia II
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II,
Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda
mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat
dan Britania.
Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar
pesawat gagal di Juni 1941, dan
Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan
yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi
terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang
pada Maret 1942.
Pendudukan Jepang
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era
Jepang
Pada Juli 1942, Soekarno
menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan
yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno,
Mohammad Hatta,
dan para Kyai memperoleh penghormatan dari Kaisar Jepang pada tahun 1943.
Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi,
tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang
tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan,
terlibat perbudakan seks, penahanan
sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang
lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran
dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di
bulan Mei, Soepomo
membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme perorangan;
sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru
tersebut juga sekaligus mengklaim Sarawak, Sabah, Malaya, Portugis Timur,
dan seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum perang.
Pada 9 Agustus
1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Widjodiningrat diterbangkan ke Vietnam
untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa
pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan
Indonesia pada 24 Agustus.
Era kemerdekaan
Proklamasi kemerdekaan
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai
kekuatan untuk membuat keputusan seperti itu pada 16 Agustus,
Soekarno membacakan "Proklamasi" pada hari berikutnya. Kabar mengenai
proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran sementara pasukan militer
Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air
(PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman
Soekarno.
Pada 18 Agustus
1945 Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta
sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa
hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini
mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus
dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan
(tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat,
Jawa Tengah,
Jawa Timur,
Sulawesi,
Maluku
(termasuk Papua)
dan Nusa Tenggara.
Perang kemerdekaan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era
1945-1949
Teks Proklamasi
Dari 1945
hingga 1949,
persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha kemerdekaan, melarang
segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar Belanda tidak mempunyai
dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk membentuk kembali
kekuasaan kolonial.
Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi
perlawanan yang kuat. Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut
kembali ibukota kolonial Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta
sebagai ibukota mereka. Pada 27 Desember 1949 (lihat artikel
tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan
dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan
kepada pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60
PBB.
Demokrasi parlementer
Tidak lama setelah itu, Indonesia mengadopsi undang-undang baru
yang terdiri dari sistem parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan
bertanggung jawab kepada parlemen atau MPR. MPR terbagi kepada
partai-partai politik sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi
pemerintah yang stabil susah dicapai.
Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit.
Soekarno lebih memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila
sementara beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam atau undang-undang
yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.Demokrasi
Parlementer, adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif
lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh
seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet
diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden
menjabat sebagai kepala negara.
Demokrasi Terpimpin
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia:
Era Demokrasi Terpimpin
Pemberontakan yang gagal di Sumatera,
Sulawesi,
Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan
MPR untuk mengembangkan konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia.
Akibatnya pada 1959
ketika Presiden Soekarno
secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat
sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak menemui
banyak hambatan.
Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa
dalam rezim yang otoriter di bawah label "Demokrasi Terpimpin". Dia juga menggeser
kebijakan luar negeri Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para
pemimpin penting negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan
Blok Barat maupun Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di
Bandung, Jawa Barat
pada tahun 1955
dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang
kelak menjadi Gerakan Non-Blok.
Pada akhir 1950-an
dan awal 1960-an,
Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri.
Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet
dan China,
dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis kepada partai
komunis seperti di negara-negara lainnya.
Nasib Irian Barat
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Konflik Papua Barat
Pada saat kemerdekaan, pemerintah Belanda
mempertahankan kekuasaan terhadap belahan barat pulau Nugini (Papua), dan
mengizinkan langkah-langkah menuju pemerintahan-sendiri dan pendeklarasian
kemerdekaan pada 1 Desember 1961.
Negosiasi dengan Belanda mengenai penggabungan
wilayah tersebut dengan Indonesia gagal, dan pasukan penerjun payung Indonesia
mendarat di Irian pada 18 Desember sebelum kemudian terjadi
pertempuran antara pasukan Indonesia dan Belanda pada 1961 dan 1962. Pada 1962
Amerika Serikat menekan Belanda agar setuju melakukan perbincangan rahasia
dengan Indonesia yang menghasilkan Perjanjian New York pada Agustus 1962, dan
Indonesia mengambil alih kekuasaan terhadap Irian Jaya
pada 1 Mei 1963.
Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Konfrontasi
Indonesia-Malaysia
Soekarno menentang pembentukan Federasi Malaysia
dan menyebut bahwa hal tersebut adalah sebuah "rencana neo-kolonial"
untuk mempermudah rencana komersial Inggris
di wilayah tersebut. Selain itu dengan pembentukan Federasi Malaysia,
hal ini dianggap akan memperluas pengaruh imperialisme
negara-negara Barat di kawasan Asia dan memberikan celah kepada negara Inggris
dan Australia untuk memengaruhi perpolitikan regional Asia. Menanggapi
keputusan PBB untuk
mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, presiden Soekarno
mengumumkan pengunduran diri negara Indonesia dari keanggotaan PBB pada tanggal
20 Januari
1965 dan mendirikan
Konferensi Kekuatan Baru (CONEFO)
sebagai tandingan PBB dan GANEFO sebagai tandingan Olimpiade.
Pada tahun itu juga konfrontasi ini kemudian mengakibatkan pertempuran antara
pasukan Indonesia dan Malaysia (yang dibantu oleh Inggris).
[sunting] Gerakan 30 September
Hingga 1965,
PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk
memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan dari Soekarno,
memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima"
dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Pada 30 September
1965, enam jendral senior
dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan
kepada para pengawal istana yang loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi
Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto, menumpas kudeta tersebut dan berbalik
melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan situasi ini untuk mengambil alih
kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang yang dituduh komunis kemudian
dibunuh. Jumlah korban jiwa pada 1966
mencapai setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di Jawa dan Bali.
Era Orde Baru
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era
Orde Baru
Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu
pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB
lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa
Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan
melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota
PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun
setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada 1968,
MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden,
dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978,
1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru"
dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar
negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa
jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan
utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang
didominasi militer namun dengan nasihat dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama
masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber
daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar
namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan
dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Dia juga memperkaya dirinya, keluarganya, dan rekan-rekat dekat melalui korupsi
yang merajalela.
Irian Jaya
Setelah menolak supervisi dari PBB, pemerintah Indonesia
melaksanakan "Act of Free Choice" (Aksi Pilihan Bebas) di Irian Jaya
pada 1969 di mana 1.025 wakil kepala-kepala daerah Irian dipilih dan kemudian
diberikan latihan dalam bahasa Indonesia. Mereka secara konsensus akhirnya
memilih bergabung dengan Indonesia. Sebuah resolusi Sidang Umum PBB kemudian
memastikan perpindahan kekuasaan kepada Indonesia. Penolakan terhadap
pemerintahan Indonesia menimbulkan aktivitas-aktivitas gerilya berskala kecil
pada tahun-tahun berikutnya setelah perpindahan kekuasaan tersebut. Dalam
atmosfer yang lebih terbuka setelah 1998, pernyataan-pernyataan yang lebih
eksplisit yang menginginkan kemerdekaan dari Indonesia telah muncul.
Timor Timur
Dari 1596
hingga 1975,
Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau Timor yang dikenal sebagai Timor Portugis
dan dipisahkan dari pesisir utara Australia oleh Laut Timor.
Akibat kejadian politis di Portugal,
pejabat Portugal secara mendadak mundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam
pemilu lokal pada tahun 1975, Fretilin, sebuah partai yang dipimpin sebagian
oleh orang-orang yang membawa paham Marxisme,
dan UDT,
menjadi partai-partai terbesar, setelah sebelumnya membentuk aliansi untuk
mengkampanyekan kemerdekaan dari Portugal.
Pada 7 Desember
1975, pasukan Indonesia
masuk ke Timor Timur dalam sebuah operasi militer
yang disebut Operasi Seroja. Indonesia, yang mempunyai
dukungan material dan diplomatik, dibantu peralatan persenjataan yang
disediakan Amerika Serikat dan Australia,
berharap dengan memiliki Timor Timur mereka akan memperoleh tambahan cadangan
minyak dan gas alam, serta lokasi yang strategis.
Pada masa-masa awal, pihak militer Indonesia (ABRI) membunuh hampir
200.000 warga Timor Timur — melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan
lain-lain. Banyak pelanggaran HAM
yang terjadi saat Timor Timur berada dalam wilayah Indonesia.
Pada 30 Agustus
1999, rakyat Timor Timur
memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia dalam sebuah pemungutan suara yang
diadakan PBB.
Sekitar 99% penduduk yang berhak memilih turut serta; 3/4-nya memilih untuk
merdeka. Segera setelah hasilnya diumumkan, dikabarkan bahwa pihak militer
Indonesia melanjutkan pengrusakan di Timor Timur, seperti merusak infrastruktur
di daerah tersebut.
Pada Oktober 1999, MPR membatalkan dekrit
1976 yang mengintegrasikan Timor Timur ke wilayah Indonesia, dan Otorita
Transisi PBB (UNTAET) mengambil alih tanggung jawab untuk memerintah Timor
Timur sehingga kemerdekaan penuh dicapai pada Mei 2002 sebagai negara Timor Leste.
[sunting] Krisis ekonomi
Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya didampingi B.J.
Habibie.
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis
keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau
terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor
lainnya yang semakin jatuh. Rupiah
jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para
demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri
Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa
yang menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan
diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah
MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil
Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga
Indonesia.
Era reformasi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era
Reformasi
Pemerintahan Habibie
Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet.
Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas
negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para
tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan
organisasi.
Pemerintahan Wahid
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni 1999. PDI Perjuangan
pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang
pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto -
sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz
12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid
(Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999,
MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil
presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal November
1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000.
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses
demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di
samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga
menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat,
masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal
dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia
mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang
semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid,
menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.
[sunting] Pemerintahan Megawati
Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000,
Presiden Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari
2001, ribuan demonstran
menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri dengan alasan
keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk
memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan
keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil
presiden Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama
kemudian.Kabinet pada masa pemerintahan Megawati disebut dengan kabinet gotong
royong.
Pemerintahan Yudhoyono
Pada 2004,
pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan Susilo Bambang Yudhoyono tampil sebagai
presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya telah
menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di
Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian
dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005
yang mengguncang Sumatra.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan
bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri
konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.
Catatan kaki
2.
^ Swisher et al. 1996 (cit.
Capelli et al. 2001. Am. J. Hum. Genet. 68:432-443) menyebutkan hingga
25.000 tahun yang lalu.
4.
^ Musyrifah Sunanto,
Sejarah Peradaban Islam Indonesia, 2005, Rajawali Press, hal. 8-9; Ahmad Mansur
Suryanegara, Menemukan Sejarah, 1998, cet. IV, Mizan, hal. 92-93; A. Hasymi,
Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia: Kumpulan prasaran pada
seminar di Aceh, 1993, cet. 3, al-Ma'arif, hal. 7; Hadi Arifin, Malikussaleh: Mutiara
dari Pasai, 2005, PT. Madani Press, hal. Xvi; Ensiklopedia Tematis Dunia Islam
Asia Tenggara, Kedatangan dan Penyebaran Islam oleh Dr. Uka Tjandrasasmita,
2002, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hal 9-27. Dalam beberapa literatur lain
disebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke 9. Ada juga yang menyebutkan
abad ke 13. Namun, sebenarnya Islam masuk ke Indonesia abad 7M, lalu berkembang
menjadi institusi politik sejak abad 9M, dan pada abad 13M kekuatan politik
Islam menjadi amat kuat.
0 komentar:
Posting Komentar