Subscribe:

Selasa, 29 April 2014

MASALAH – MASALAH ETIKA TERAPAN DAN TANTANGANNYA BAGI ZAMAN KITA

A.    Latar Belakang
Jika dipandang pada skala dunia, selama kira-kira tiga dawarsa terakhir ini wajah filsafat moral berubah cukup radikal. Tidak bisa disangkal, dalam situasi kita sekarang ini etika sedang naik daun. Hal itu terutama tampak dengan penampilannya sebagai etika terapan. Kadang-kadang disebut juga filsafat terapan. Namun sekarang dianggap biasa saja, jika etika membahas masalah-masalah yang sangat praktis, sedangkan sebelumnya ia justru agak segan menyinggung persoalan konkret dan aktual.
Aliran dalam filsafat moral ini menempatkan diri pada tahap lebih tinggi dari pada membahas masalah-masalah etis. Mereka tidak menyelidiki baik buruknya perbuatan-perbuatan manusia, melainkan mengarahkan segala perhatiannya kepada “bahasa moral” atau ungkapan-ungkapan kita tentang baik buruk.Di negara-negara berbahasa inggris metametika menjadi aliran filsafat moral yang dominan selama enam dekade pertama dalam abad ke-20. Baru pada akhir tahun 1960-an terlihat suatu tendensi lain. Sekitar saat itu etika mulai meminati masalah-masalah etis yang konkret. Dilihat secara retrospektif, bahwa perubahan ini disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor  pertama perkembangan pesat di bidang ilmu dan teknologi dan faktor kedua pada masyrakat 1960-an tercipta semacam “iklim moral” yang seolah-olah mengundang minat baru untuk etika.
Pentingnya etika terapan sekarang ini tampak juga karena tidak jarang jasa ahli etika diminta untuk mempelajari masalah-masalah yang berimplikasi moral. Hal itu terutama terjadi jika pemerintah suatu Negara ingin membuat peraturan hukum yang sedang berlaku. Gambaran tentang peranan dan kedudukan etika terapan yang diusahakan di atas tentu jauh dari lengkap. Tapi kiranya cukuplah untuk memperlihatkan bahwa dengan orientasi praktis ini etika sekarang tampak dalam cahaya baru. Dan tentu saja penampilan baru ini mempunyai konsekuensi juga untuk etika umum. Jika etika ini begitu disibukkan di bidang praktis, maka tidak bisa lain teori etika terkena juga. Terdapat pengaruh timbal balik antara etika teoritis dan etika terapan.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan  uraian latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana Masalah – Masalah Etika Terapan dan Tantangannya Bagi Zaman Kita?”

A.    Etika Sedang Naik Daun
Jika dipandang pada skala dunia, selama kira-kira tiga dawarsa terakhir ini wajah filsafat moral berubah cukup radikal. Tidak bisa disangkal, dalam situasi kita sekarang ini etika sedang naik daun. Hal itu terutama tampak dengan penampilannya sebagai etika terapan. Kadang-kadang disebut juga filsafat terapan. Namun sekarang dianggap biasa saja, jika etika membahas masalah-masalah yang sangat praktis, sedangkan sebelumnya ia justru agak segan menyinggung persoalan konkret dan aktual.
Aliran dalam filsafat moral ini menempatkan diri pada tahap lebih tinggi dari pada membahas masalah-masalah etis. Mereka tidak menyelidiki baik buruknya perbuatan-perbuatan manusia, melainkan mengarahkan segala perhatiannya kepada “bahasa moral” atau ungkapan-ungkapan kita tentang baik buruk.Di negara-negara berbahasa inggris metametika menjadi aliran filsafat moral yang dominan selama enam dekade pertama dalam abad ke-20. Baru pada akhir tahun 1960-an terlihat suatu tendensi lain. Sekitar saat itu etika mulai meminati masalah-masalah etis yang konkret. Dilihat secara retrospektif, bahwa perubahan ini disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor  pertama perkembangan pesat di bidang ilmu dan teknologi dan faktor kedua pada masyrakat 1960-an tercipta semacam “iklim moral” yang seolah-olah mengundang minat baru untuk etika.
Revolusi itu bisa dilihat sebagai semacam perjuangan hak juga, terutama hak mahasiswa untuk diikutsertakan dalam pengurusan universitas dengan diwakili dalam organ-organ yang menentukan kebijakan akademis. Sekitar waktu yang sama di banyak tempat dilontarkan protes-protes keras terhadap keterlibatan tentara Amerika Serikat dalam perang Vietnam.
Etika terapan merupakan suatu istilah baru, tapi sebetulnya yang dimaksudkan dengannya sama sekali bukan hal baru dalam sejarah filsafat moral. Sejak Plato dan Aris Toteles sudah ditekankan bahwa etika merupakan filsafat praktis artinya, filsafat yang ingin memberikan penyuluhan kepada tingkah laku manusia dengan memperlihatkan apa yang harus kita lakukan. Sifat praktis itu bertahan selama seluruh sejarah filsafat. Dalam abad pertengahan, Thomas Aquinas jelas melanjutkan tradisi filsafat praktis ini dan menerapkannya di bidang teknologi moral. Dalam zaman modern orientasi praktis dari etika berlangsung terus. Pada awal zaman modern muncul etika khusus yang membahas masalah etis tentang suatu bidang tertentu seperti keluarga dan Negara. Istilah “etika khusus” sekarang masih dipakai dalam arti yang sebenarnya sama dengan “etika terapan”.
Pentingnya etika terapan sekarang ini tampak juga karena tidak jarang jasa ahli etika diminta untuk mempelajari masalah-masalah yang berimplikasi moral. Hal itu terutama terjadi jika pemerintah suatu Negara ingin membuat peraturan hukum yang sedang berlaku. Gambaran tentang peranan dan kedudukan etika terapan yang diusahakan di atas tentu jauh dari lengkap. Tapi kiranya cukuplah untuk memperlihatkan bahwa dengan orientasi praktis ini etika sekarang tampak dalam cahaya baru. Dan tentu saja penampilan baru ini mempunyai konsekuensi juga untuk etika umum. Jika etika ini begitu disibukkan di bidang praktis, maka tidak bisa lain teori etika terkena juga. Terdapat pengaruh timbal balik antara etika teoritis dan etika terapan.

B.     Beberapa Bidang Garapan Bagi Etika Terapan
Etika terapan berbicara tentang apa? Banyak sekali topik dibahas di dalamnya. Untuk sekedar menciptakan kejernihan dalam kerumunan pokok pembicaraan itu dapat kita bedakan antara dua wilayah besar yang diselidiki dalam etika terapan. Etika terapan dapat menyoroti suatu profesi atau suatu masalah. Sebagai contoh tentang etika terapan yang membahas profesi dapat disebut: etika kedokteran, etika politik, etika bisnis, dan sebagainya. Di antara masalah-masalah yang dibahas oleh etika terapan dapat disebut: penggunaan senjata nuklir, pencemaran lingkungan hidup, diskriminasi dalam segala bentuknya (ras, agama, jenis kelamin, dan lain-lain).
Jika ditanyakan yang mana dari cabang-cabang etika terapan ini mendapat paling banyak perhatian dalam zaman kita sekarang, barangkali perlu disebut terutama empat cabang berikut ini, dua di antaranya menyangkut profesi dan dua lagi mengenai masalah: etika kedokteran, etika bisnis, etika tentang perang dan damai (termasuk di dalamnya masalah persenjataan nuklir), dan etika lingkungan hidup. Cara lain untuk membagikan etika terapan adalah membedakan antara makroetika dan mikroetika. Makroetika membahas masalah-masalah moral pada skala besar artinya, masalah-masalah ini menyangkut suatu bangsa seluruhnya atau bahkan seluruh umat manusia. Mikroetika membicarakan pertanyaan-pertanyaan etis di mana individu terlibat, seperti kewajiban dokter terhadap pasiennya atau kewajiban dokter terhadap kliennya (misalnya, kewajiban mengatakan yang benar, kewajiban menyimpan rahasia jabatan, dan sebagainya).

C.    Etika Terapan dan Pendekatan Multidisipliner
Salah satu ciri khas etika terapan sekarang ini adalah kerja sama erat antara etika dan ilmu-ilmu lain. Etika terapan tidak bisa dijalankan dengan baik tanpa kerja sama itu, karena ia harus membentuk pertimbangan tentang bidang-bidang yang sama sekali di luar keahliannya. Karena itu pelaksanaan etika terapan minta suatu pendekatan multidisipliner, suatu pendekatan yang melibatkan pelbagai ilmu sekaligus.
Di sini kita bisa membedakan antara pendekatan multidisipliner adalah usaha pembahasan tentang tema yang sama oleh pelbagai ilmu, sehingga semua ilmu itu memberikan sumbangannya yang satu di samping yang lain. Sekat-sekat pemisah antara ilmu-ilmu itu tetap dipertahankan. Tentu saja, setiap ilmu akan berusaha memberi penjelasan yang dapat dipahami juga oleh ilmuan-ilmuan dari bidang lain, sehingga sesuai pembicaraan para ilmuwan bersangkutan telah menyoroti tema itu dari pelbagai segi.
Pendekatan interdisipliner jauh lebih sulit untuk dilaksanakan. Pendekatan interdisipliner adalah kerja sama antara beberapa ilmu tentang tema yang sama dengan maksud mencapai suatu pandangan terpadu. Pendekatan interdisipliner dijalankan dengan cara lintas disiplin. Disini semua ilmu yang ikut serta meningkalkan sudut pandang yang terbatas, sehingga melebur kedalam satu pandangan yang menyeluruh. Pendekatan interdisipliner kerap kali adalah usaha yang lebih realistis dan sesungguhnya sudah cukup sulit untuk dijalankan.
1.      Pentingnya  Kasuistik
Dengan kasuistik dimaksudkan usaha memecahkan kasus-kasus konkret dibidang moral dengan menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum. Jadi, kasuistik ini sejalan dengan maksud umum etika harapan. Jika kita memandang sejarah etika, kasuistik mempunyai suatu tradisi panjang dan kaya yang sebenarnnya sudah dimulai dengan pengertian aristoteles mengenai etika sebagai ilmu praktis. Zaman kejayaan zaman kasuistik disusul zaman kemunduran dan kecurigaan. Salah satu zaman kejayaan adalah abad pertengahan, ketika metode kasuistik banyak dipakai dalam teologi moral Kristen khususnya dalam kaitan dengan praktek pengakuan dosa. Dalam etika terapan sekarang ini kasuistik menduduki tempat terhormat lagi. Uraian-uraian tentang etika terapan kerap kali disertai dengan pembahasan kasus. Salah satu cabang dimana kasuistik sekarang paling banyak diprgunakan adalah etika biomedis (kedokteran).
Mengapa kasuistik bisa menjadi cara yang begitu populer untuk menangani masalah-masalah moral? Karena ternyata kasuistik diakui sebagai metode yang efisien untuk mencapai kesepakatan di bidang moral. Jika orang berangkat dari teori, jauh lebih sulit untuk sampai kepada kesepakatan seperti itu. Demikian juga pengalaman dua filsuf, Albert R. Jonsen dan Stephen Toulmin yang ikut serta dalam pekerjaan komisi amerika yang meninjau kembali peraturan tentang keikutsertaan manusia dalam penelitian ilmiah, National Commission for the Protection of Human Subjetcs of Biomedical and Behafioral Research, yang sudah disebut sebelumnya.
2.      Kode Etik Profesi
Kode etik sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah Sumpah Hippokrates yang bias dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter. Hippokrates adalah dokter yunani kuno yang digelari Bapak Ilmu Kedokteran dan hidup dalam abad ke-5 s.m.
Profesi adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Mereka yang membentuk suatu profesi disatukan juga karena latar belakang pendidikan yang sama dan bersama-sama memiliki keahlian yang tertutup bagi orang lain. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya diawasi terus-menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode. Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, sering kali kode etik berisikan juga ketentuan bahwa professional berkewajiban melapor, bila ketahuan teman sejawat melanggar kode etik. Sebagai contoh profesi yang mempunyai kebiasaan menyusun kode etik dapat disebut: dokter, perawat, petugas pelayanan kesehatan lainnya, pengacara, wartawan, insinyur, akuntan, perusahaan periklanan, dan lain-lain.
D.     Etika di Depan Ilmu dan Teknologi
Di antara faktor-faktor yang mengakibatkan suasana di zaman sekarang, perkembangan pesat dan menakjubkan di bidang ilmu dan teknologi pasti mempunyai kedudukan penting.Dengan ilmu di sini terutama dimaksudkan ilmu alam. Dan dengan teknologi dimengerti penerapan ilmu alam yang memungkinkan  menguasai dan memanfaatkan daya-daya alam. Diantara masalah-masalah berat yang dihadapi sekarang ini tidak sedikit berasal dari hasil yang dicapai ilmu dan teknologi yang modern. Dibandingkan generasi-generasi sebelumnynya ,perkembangan ilmiah dan teknologi mengubah banyak sekali dalam kehidupan manusia.
1.      Ambivalensi Kemajuan Ilmiah
Perlu di sadari bahwa  kemajuan yang dicapai berkat ilmu dan teknologi bersifat ambivalen, artinya di samping banyak akibat positif terdapat juga akibat-akibat negative. Berkat adanya ilmu dan teknologi manusia memperoleh banyak kemudahan dan kemajuan yang dulunya belum pernah terimpikan.
Mula-mula perkembangan ilmiah dan teknologi itu dinilai sebagai kemajuan belaka. Orang hanya melihat kemungkinan-kemungkinan baru yang terbuka luas bagi manusia. Pandangan yang optimis itu berlangsung terus sampai puncaknya pada abad ke-19.Ilmu dan teknonologi dianggap sebagai kunci untuk memecahkan semua kesulitan yang mengganggu umat manusia.Kepercayaan akan  kemajuan itu terlihat sekali dalam pemikiran seorang filsuf asal Perancis ,Auguste Comte (1798-1857) yang memandang zaman ilmiah yang disebut zaman positif sebagai puncak dan titik akhir seluruh sejarah.
2.       Masalah Bebas Nilai
Sudah jelas bahwa melihat hubungan antara ilmu dan pertimbangan moral.Ilmu dan moral tidak merupakan dua kawasan yang sama sekali asing yang satu terhadap yang lain, tapi ada titik temu diantaranya. Pada saat – saat tertentu dalam perkembangan ilmu dan teknologi bertemu dengan moral. Dulu banyak ilmuwan merasa segan mengakui bahwa ilmu itu tidak bebas dari nilai,karena mereka mengkhawatirkan dengan itu otnomi ilmu pengetahuan akan didorong. Tapi kekhawatiran seperti itu tidak beralasan. Metode ilmu pengetahuan memang otonom tidak boleh dicampuri oleh pihak lain, mungkin itu terjadi atas nama nilai moral,nilai keagamaan ,pertimbangan nasional, atau alasan apa pun juga.Dalam hal ini kita bisa melihat dan belajar dari” perkara/ kisah Galilei” yang terjadi pada abad ke-17.Tahun 1663, dari pihak gereja katolik di Italia tidak setuju dengan teori Galileo Galilei, untuk menarik kembali teori nya yang beranggapan bahwa Bumi mengelilingi matahari dan tidak sebaliknya ( Heliosentrisme ), yang dinilai bertentangan dengan kitab Suci Kristen. Campur tangan agama dalam metode ilmiah tidak saja merugikan ilmu, tapi juga merugikan agama itu juga ,karena kredibilitasnya bisa berkurang.
3.      Teknologi yang Tak Terkendali
Dalam refleksi filosofis tentang situasi zaman sudah beberapa kali dikemukakan bahwa perkembangan ilmu dan teknologi merupakan proses yang seakan berlangsung secara otomatis tidak tergantung dari manusia.Fungsi teknologi sendiri pada dasarnya bersifat instrumental,artinya menyediakan alat – alat bagi manusia. Martin Heidegger ( 1889-1976 ),filsuf asal Jerman berpandangan / berpendapat paling extrim,bahwa teknik yang diciptan oleh manusia untuk menguasai dunia,sekarang berbanding terbalik bahwa teknik itu sendiri yang malah menguasai manusia sendiri.Kesan bahwa ilmu dan teknologi berkembang otomatis tampaknya sering kali beralasan. Ketika astronaut Amerika , Neil Amstrong,sebagai manusia pertama menginjakkan kakinya pada permukaan bulan tanggal 20 juli 1969,hal itu merupakan hasil suatu proses yang harus terjadi , walaupun tidak ada orang yang tahu persis maksud nya apa.
Gambaran tentang situasi ilmu dan teknologi ini banyak orang barangkali terlalu pesimistis.Tapi bagi sebagian orang lain setidak – tidaknya ada inti kebenaran  di dalamnya.Kesulitan yang dialami etika untuk memasuki kawasan memasuki kawasan ilmiah dan teknologi bisa memperkuat lagi kesan itu.Teringat peneliti Amerika,Thomas Grissom,yang disebut pada awal bab 2 : hati nuraninya mendesak dia untuk berhenti bekerja dalam proyek pengembangan senjata nuklir.Banyak orang mendapat kesan bahwa proses perkembangan ilmu dan teknologi seolah-olah kebal terhadap tuntunan etis.
4.      Metode etika terapan
Etika terapan merupakan pendekatan ilmiah yang pasti tidak seragam. Di sini kami menyebut empat unsure yang dengan salah satu cara selalu berperanan dalam etika terapan, betapa pun besarnya variasi yang yang dapat ditemui disini.dan sebenarnya empat unsur ini mewarnai setiap pemikiran etis. Empat unsur yang dimaksudkan di sini yaitu:
a)      Sikap Awal
Dalam usaha membentuk suatu pandangan beralasan tentang masalah etis apa pun, kita tidak pernah bertolak dari titik nol. Selalu ada sikap awal. Kita mulai dengan mengambil suatu sikap tertentu terhadap masalah bersangkutan. Demikian halnya juga dengan orang yang mulai menekuni etika terapan. Sikap moral ini bisa pro atau kontra atau juga netral, malah bisa tak acuh, tapi bagaimana pun mula-mula sikap ini dalam keadaan belum direfleksikan. Misalnya dinegara yang memproduksi senjata nuklir, hal itu diterima begitu saja oleh kebanyakan warna Negara.
b)      Informasi
Setelah pemikiran etis tergugah, unsur kedua yang di butuhkan adalah informasi. Hal itu terutama mendesak bagi masalah etis yang terkait dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Bisa saja terjadi sikap awal yang pro atau kontra itu sebenarnya masih sangat emosional atau sekurang-kurangnya dikuasai oleh factor subyektif yang tidak dapat mengetahui bagaimana keadaan obyektif itu. Misalnya diskusi tentang penggunaan energy nuklir untuk membangkitkan listrik snagat dipengaruhi oleh segi-segi ekonomis.
c)      Norma-norma Moral
Unsur berikut dalam metode etika terapan adalah norma-norma moral yang relevan untuk topik atau bidang bersangkutan. Norma-norma moral itu sudah diterima dalam masyarakat (jadi,tidak diciptakan untuk kesempatan ini), tapi harus diakui juga sebagai relevan untuk topik atau bidang yang khusus ini. Tidak bisa disangkal, penerapan norma-normamoral ini merupakan unsur terpenting dalam metode etika terapan.
d)     Logika
Uraian yang diberikan dalam etika terapan harus bersifat logis juga. Ini tentu tidak merupakan tuntutan khusus bagi etika saja, sebab berlaku untuk setiap uraian yang mempunyai pretense rasional. Logika dapat memperlihatkan bagimana dalam suatu argumentasi tentang masalah moral perkaitan kesimpulan etis dengan premis-premisnya dan juga apakah penyimpulan itu tahan uji, jika diperiksa secara kritis menurut aturan-aturan logika. Logika dapat menunjukkan kesalahan-kesalahan penalaran dan inkonsistensi yang barangkali terjadi dalam argumentasi. Logika juga memungkinkan untuk menilai definisi dan klasifikasi yang dipakai dalam argumentasi.

KESIMPULAN
Etika terapan dapat menyoroti suatu profesi atau suatu masalah. Sebagai contoh tentang etika terapan yang membahas profesi dapat disebut: etika kedokteran, etika politik, etika bisnis, dan sebagainya. Di antara masalah-masalah yang dibahas oleh etika terapan dapat disebut: penggunaan senjata nuklir, pencemaran lingkungan hidup, diskriminasi dalam segala bentuknya (ras, agama, jenis kelamin, dan lain-lain) dan etika lingkungan hidup. Cara lain untuk membagikan etika terapan adalah membedakan antara makroetika dan mikroetika. Makroetika membahas masalah-masalah moral pada skala besar artinya, masalah-masalah ini menyangkut suatu bangsa seluruhnya atau bahkan seluruh umat manusia. Mikroetika membicarakan pertanyaan-pertanyaan etis di mana individu terlibat, seperti kewajiban dokter terhadap pasiennya atau kewajiban dokter terhadap kliennya (misalnya, kewajiban mengatakan yang benar, kewajiban menyimpan rahasia jabatan, dan sebagainya).



2 komentar:

Silvia Mayliana mengatakan...

Sumber buku :judul buku,pengarang, penerbit,tahun terbit

Isna nuraini mengatakan...

K beterns

Posting Komentar